Friday, 10 May 2013

Jadi, ijinkan aku untuk mencinta yang lain selain kamu.....





“Maaf, bu? Tapi kita sudah hampir satu jam muter-muter Jakarta? Ibu mau saya antar kemana?” Pak sopir taksi lagi-lagi menanyakan hal yang sama satu jam belakangan ini. Yang lagi-lagi ku jawab dengan jawaban yang sama, “Jalan terus aja, pak. Muter Sudirman lagi yah..”Dan pak sopir taksi kembali diam melanjutkan menyetir. Malam ini jalanan Jakarta masih seperti biasa, ramai dan padat. Seolah semua orang butuh untuk keluar saat itu juga, memadati jalanan ibukota yang memang tak pernah lengang. Mobil pribadi, motor, busway, bus dalam kota, sepeda, bahkan delman ikut meramaikan suasana jalan.

Aku masih belum ingin pulang. Belum ingin kembali ke hangatnya rumah. Aku hanya ingin terus melihat pendar-pendar cahaya lampu yang berwarna-warni dari gedung-gedung pencakar langit Jakarta ini. Gedung-gedung yang melulu membuatku teringat padamu. Betapa kita begitu suka duduk di atap sebuah gedung untuk menikmati pemandangan yang terhampar di hadapan kita. Pada seribu satu malam yang pernah mampir dalam kehidupan kita. Kita yang dahulu berarti aku dan kamu, bersama-sama. Pada satu malam ketika ribuan pendar cahaya yang terpantul di mata kita. Satu malam kita hanya saling menatap dan tersenyum. Tanpa banyak kata, tanpa banyak rayu. Lagipula, siapa yang membutuhkan kata-kata lagi ketika kita masing-masing mampu membaca apa yang tertera di hati?

Ah. Sudah. Aku sedang tak ingin semak hati. Malam ini aku hanya ingin sekali lagi melihat pendar-pendar cahaya. Mencoba mencari setitik cahaya yang sama yang pernah terpantul di matamu, mencoba mencari warna-warni itu. Bukan hanya hitam putih yang membosankanku. Mataku yang berubah menjadi monokrom sejak kamu memutuskan untuk benar-benar pergi.