Monday 11 May 2015



Alkisah di suatu negeri nun jauh di sana, hiduplah seorang Puteri Bisu dan Pangeran Buta. Ya, sang Puteri tidak dapat berbicara sementara sang Pangeran tidak dapat melihat. Tentu saja, mereka terlahir sempurna bahkan rakyat pun menjuluki mereka berdua titisan dewa dewi karena kesempurnaan fisik rupawan nan memesona. Hanya saja suatu ketika mereka berdua sedang bermain di halaman ketika kemudian tiba-tiba terjadi kecelakaan yang merenggut suara merdu sang Puteri dan mengambil cahaya dari mata jernih sang Pangeran.

Meski demikian mereka masih tetap bersahabat, mereka masih bermain bersama. Bahkan menjadi lebih sering karena tak ada yang lebih memahami diri mereka dibandingkan dengan mereka sendiri. Sang Puteri dan Pangeran saling memahami satu sama lain. Setiap kali Pangeran menyanyikan satu lagu baru, Puteri akan bertepuk tangan sebagai ganti dari suaranya yang ingin ikut bernyanyi. Begitupula setiap kali ada benda-benda baru yang menarik, Puteri akan membawakannya untuk Pangeran, meletakkannya di telapak tangan Pangeran agar ia dapat merabanya sendiri.



Seperti biasa, sore itu mereka sedang bermain bersama. Sang Puteri baru saja diberi hadiah oleh ayahnya, sebuah permata merah delima yang sangat cantik. Sang Puteri ingin memperlihatkan pada Pangeran hadiah yang baru ia terima itu. Ketika Puteri meletakkan batu permata seukuran buah strawberry tersebut di telapak tangan Pangeran, rambutnya yang panjang sampai hampir mencapai pinggang tak sengaja menyentuh tangan Pangeran. Alih-alih memegang permata, Pangeran malah memegang rambut Puteri. Puteri yang juga sama terkejut hanya bisa terdiam.

"Rambutmu halus sekali, Puteri.. Apakah ia memang sepanjang yang aku kira?" tanya Pangeran tanpa melepaskan genggamannya dari rambut Puteri. Sang Puteri hanya bisa mengangguk tanpa sanggup menjawab. Tapi seolah bisa melihat anggukan Puteri, Pangeran melanjutkan kata-katanya, "Hmmm kau tahu? Aku akan selalu mampu mengenalimu dari rambutmu ini, rambutmu yang panjang, halus dan lembut." Lagi-lagi Puteri hanya bisa mengangguk. "Ah tapi mengapa juga aku harus mengenalimu? Kita kan tidak akan berpisah dan pergi kemana-mana bukan? Kau akan selalu di sini bukan? Aku bahkan tak mampu melihat dunia, tapi bersamamu itu cukup bagiku. Kau bahkan tak perlu bertanya apa kabar padaku, adamu di sini sudah lebih dari cukup dari sekedar pertanyaan sopan santun mengenai kabar." Ah, Puteri hanya bisa mengangguk. Dan percaya. Percaya pada semua yang dikatakan Pangeran, pada janji yang sedang terpilin di udara, terikat oleh detikan waktu.

Bahkan Puteri masih terus percaya ketika akhirnya berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan berlalu tanpa kehadiran Pangeran di taman tempat mereka biasa bermain. Puteri terus saja mencari ke setiap sudut taman, sangsi pada dirinya sendiri kalau mungkin saja ia yang tak melihat sang Pangeran di satu sudut di taman itu, entah di sudut yang mana. Tapi sejauh apapun Puteri menjangkarkan pandangannya, ia tak menemukan Pangeran. Seolah Pangeran hilang ditelan bumi begitu saja. Seolah Pangeran hanyalah konsep yang tercipta berkat khayalan Puteri yang terlampau tinggi di dalam kepalanya. Seolah Pangeran tidak pernah ada sama sekali dalam kehidupannya beberapa waktu lalu. Bahkan kabut tipis masih menyisakan embun di pucuk-pucuk dedaunan. Tapi Pangeran hilang tanpa jejak.

Sang Puteri begitu bersedih dengan dirinya sendiri yang kini benar-benar hanya seorang diri tanpa teman, hanya merenung saja di taman tempatnya bermain bersama Pangeran. Seperti biasa, Puteri duduk di dekat rumpun bunga yang sedang bermekaran ketika tiba-tiba ia melihat serombongan orang yang sedang berbincang sambil berjalan, tertawa-tawa begit bahagia. Lalu sedetik saja, hati Puteri terkesiap ketika melihat salah satu dari rombongan itu adalah Pangeran. Puteri tak mungkin melupakan wajah Pangeran yang dahulu selalu ia lihat setiap hari. Wajah itu masih sama seperti dahulu, hanya saja sekarang mata itu sudah memiliki cahayanya lagi, mata yang baru saja tak sengaja melihat kepadanya sebelum kemudian kembali lagi kepada rombongannya. Puteri tak mungkin salah mengenali, ia adalah Pangeran. Tanpa disadari, kakinya melangkah menuju Pangeran. Tangannya tepat memegang lengan Pangeran ketika Pangeran baru akan pergi bersama rombongannya. Pangeran yang terkejut spontan melepaskan tangan Puteri dari lengannya. "Hei, maaf, siapa anda? Ada apa anda tiba-tiba memegang saya?" tanya Pangeran dengan nada hati-hati. Puteri yang tak bisa menjawab dengan kata-kata mencoba untuk memberitahu Pangeran mengenai dirinya. Sia-sia Pangeran tak mengerti sedikitpun apa yang disampaikan oleh Puteri. Puteri memegang rambutnya yang panjang, teringat kata-kata Pangeran yang akan langsung mengenalinya bila menyentuh rambutnya. Alih-alih mengenali Puteri, Pangeran malah melepaskan begitu saja rambut Puteri yang tadi dipaksakan diletakkan di genggamannya. Puteri begitu terkejut sampai ia jatuh terduduk. Wanita juga pria yang ada di dalam rombongan bersama Pangeran segera saja mengajak Pangeran untuk kembali pergi. Tanpa perlawanan Pangeran melangkahkan kaki mengikuti rombongannya, meninggalkan Puteri yang masih jatuh terduduk dan kini mulai terisak dalam diam. Puteri menangis bukan karena tidak bisa menjelaskan pada orang-orang itu tentang dirinya dan Pangeran. Ia menangis karena Pangeran begitu saja melupakan janji dan meninggalkan dirinya, sendirian dan tanpa penjelasan. Bahkan Pangeran seolah tak mengenalnya sama sekali.

Dalam perjalanannya yang hampir mencapai gerbang taman tempatnya bermain dahulu bersama Puteri, Pangeran menengok ke belakang, melihat Puteri yang menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Berkata dalam hati, "Maafkan aku, Puteri. Tapi kita terlalu berbeda kini. Aku tak bisa lagi kembali kepada duniaku yang dahulu bersamamu. Dunia yang baru ini terlalu indah untuk kutinggalkan. Maafkan aku, Puteri."
~~~~

Maharani spontan menginjak rem ketika mobil di depannya mendadak berhenti. Tak cukup untuknya menghindar agar tidak menabrak mobil itu, bahkan sepertinya ia mendengar tabrakan tadi, mungkin saja, karena badannya pun kini gemetar. Sumpah serapah sudah berada di ujung lidahnya ketika sesosok pria keluar dari mobil di depannya itu dengan muka panik seperti ada yang tidak beres. Tapi Maharani seketika tahu kalau memang ada yang tidak beres. Ia tidak akan pernah melupakan wajah itu, wajah laki-laki yang membuat hatinya membiru karena menanggung rindu. Tanpa ia sadari, tangannya mencengkeram setir mobil begitu erat sampai kuku-kuku panjang yang baru saja di manicure itu menancap di telapak tangannya. Maharani hanya tidak menyangka harus bertemu dengan laki-laki itu lagi dengan cara seperti ini. Sementara radio di mobilnya masih terus memutar lagu yang menurut Maharani tidak pas sama sekali untuk saat ini. Bagaimana bisa dari sekian juta kemungkinan acak dan yang terpilih seperti ini? Oh Tuhan...
~~~~~

Akhirnya... Ku menemukanmu...
Saat hati ini mulai merapuh.....

No comments:

Post a Comment

Makasi udah baca ocehanku ini, apalagi kalau mau ninggalin komen, hehe.. ^^