Friday 6 August 2010

Menari Bersama Awan




Suasana ramai sekali ketika aku masuk ke ruangan. Bli Kadek hendak membantu mendorong kursi rodaku, tapi aku meyakinkannya bahwa aku bisa melakukannya sendiri. Para peserta talkshow sepertinya sudah tak sabar karena saat aku masuk mereka semua langsung menatapku. Ruangan yang tadi ramai tiba-tiba senyap, tatapan-tatapan penuh rasa ingin tahu segera menyergapku.
Aku duduk tepat di tengah-tengah meja panjang dengan tumpukan novel terbaruku, menghadap pada semua mata yang memandang tak sabar ingin acara segera dimulai. Tanpa menunggu lebih lama MC  membuka acara. Dan tak terasa sampailah pada sesi tanya-jawab. Mereka sangat antusias bertanya tentang novel terbaruku sesekali diselipi pertanyaan tentang kehidupan pribadiku. Semua berjalan lancar sampai ketika seorang peserta bertanya sesuatu yang sudah tertinggal jauh.
 “Apakah menjadi novelis adalah cita-cita Mbak Saras sejak kecil? Atau ada cita-cita lain yang masih ingin mbak raih? Terima kasih untuk kesempatannya.” tanyanya dengan sopan.

Aku tertegun mendengar pertanyaannya. Tiba-tiba aku terlempar ke dalam pusaran waktu duapuluh tahun lalu. Rasanya aku bisa melihat gadis kecil berumur lima tahun sedang dipangku aji tersayangnya, menonton sebuah pertunjukan tari. Ketika itu matahari hampir tenggelam sempurna manakala Sita sedang belenggak-lenggok dengan anggunnya bersama Rama yang dikelilingi pemuda-pemuda penari kecak, menyihir gadis kecil tadi. Sejak itu si gadis kecil bercita-cita ingin menjadi seorang penari yang lemah gemulai, menari dengan indah berlatar matahari tenggelam.
Aku tersadar dari lamunanku setelah Bli Kadek menyentuh lenganku dengan lembut. Melalui tatapan matanya dia mengatakan agar aku tak perlu menjawab pertanyaan itu. Tapi aku harus bisa menjawabnya agar aku bisa bebas dari segala perasaan buruk yang mungkin masih tertinggal.
“Hmmm… Sebenernya saya bercita-cita jadi penari. Seorang penari Bali yang menarikan tarian-tarian dengan gemulai dan anggun. Tapi ternyata yang bisa menari sekarang hanya jari-jari saya ya, menari di atas keyboard. Menulis cerpen atau novel.” Aku kaget sendiri manakala aku menyadari bahwa aku bisa menjawab pertanyaan itu bahkan sambil tersenyum senang. Ya Tuhan aku bahagia bisa ada di sini sekarang, terima kasih Tuhan.
Lagi-lagi aku terbawa ke dalam pusaran waktu, kali ini pusaran waktu lima tahun lalu, aku baru saja berulang tahun yang keduapuluh. Senja itu aku sedang berkeliling ke meja-meja, bertanya pada tamu-tamu yang sedang menikmati makan malam. Aji punya sebuah restoran seafood di Jimbaran. Karena bahasa Inggrisku lancar maka aji memintaku untuk mengobrol sedikit dengan para tamu menanyakan bagaimana rasa masakannya atau sekedar menjelaskan menu makanan khas dan terbukti cara aji berhasil karena restoran kami terus berkembang dan terkenal keramahannya.
Aku ingat benar, hari itu 1 Oktober 2005, senja yang merubah hidupku, membuatku mengurung diri selama lima bulan yang menyedihkan, mengasihani diri sendiri, memaki siapa saja yang mendekatiku. Sudah hampir setengah delapan malam saat aku mengobrol dengan Mr. Michael dan istrinya yang kebetulan adalah pelanggan setia kami, mereka tak pernah absen mampir ke restoran aji kalau sedang berlibur. Mr. Michael tertawa senang seraya memuji karena cumi bakarnya enak sekali tepat sebelum ledakan pertama terdengar. Kami semua kaget dengan ledakan yang seketika membuat pandangan jadi kabur, asap dimana-mana. Dan ketika aku baru menyadari telah terjadi ledakan, ledakan kedua terdengar yang lebih dahsyat dari ledakan pertama. Aku merasakan sakit amat sangat di kedua kakiku sebelum akhirnya jatuh pingsan
Aku tak tahu sudah berapa lama aku pingsan sampai akhirnya terbangun pagi itu. Aku melihat meme di sebelahku, memegangi tanganku dengan lembut. Aku mencoba tersenyum tapi rasanya sakit sekali. Aku bertanya pada meme apa yang terjadi, tapi meme hanya tersenyum sambil menahan bendungan bening di matanya. Aku mencoba bergerak tapi sepertinya tubuhku dipaku ke tempat tidur jadinya aku menyerah dan diam saja.
Hari-hari berlalu, aku masih belum bisa bangun atau sekedar menyangga tubuhku agar bisa duduk tegak di tempat tidur. Tadinya aku tak menyadarinya sampai Bagus, adik laki-lakiku, tidak sengaja bicara tentang tanggal hari itu. Tiba-tiba saja sebentuk kesadaran mendatangiku, bangkit dari pikiranku yang belakangan sering kosong. Seharusnya November itu aku berangkat ke Jakarta untuk menari di Festival Kebudayaan Indonesia. Seharusnya sekarang ini aku sedang berlatih untuk memastikan bahwa tarianku sudah pas untuk kemudian ku pertunjukkan dalam festival itu. Seharusnya aku bukan ada di ruangan ini. Demi menyadari itu aku memaksakan diriku untuk bangkit dari tempat tidur. Namun yang terjadi adalah aku jatuh berdebam di lantai kamar yang dingin. Aku jatuh berdebam begitu keras, namun yang membuatku amat kaget adalah aku tak melihat kedua kakiku. Aku hanya terdiam melihat kakiku yang hanya tinggal sebatas dengkul. Aku terdiam dan merasa semua hanya mimpi. Ni Putu Saraswati kini menjadi seorang gadis buntung.
Aku melihat meme tapi meme hanya diam. Aku berpaling pada aji yang juga diam. Bagus dan Ayu pun tak bersuara. Beberapa detik sampai akhirnya aku menjerit-jerit histeris, menyadari keadaanku. Kata aji kakiku terpaksa harus diamputasi karena mengalami luka berat akibat ledakan itu. Aku menangis sampai tertidur, juga karena pengaruh obat bius yang disuntikkan saat aku mengamuk.
Setelah hari itu aku berubah menjadi amat pendiam, aku mengurung diri di kamar. Menolak siapa saja yang mencoba menghiburku. Cita-citaku hancur sudah, harapanku hilang. Aku tak bisa lagi menarikan peran Sita setiap senja dalam pertunjukan tari kecak di Uluwatu atau menari dimana pun. Aku tak bisa lagi berlatih tari di sanggar setiap pulang kuliah. Aku tak pernah lagi kuliah meski orangtuaku meyakinkan bahwa aku tetap bisa berkuliah dengan diantar-jemput Bli Made, sopir keluarga kami. Aku tak pernah lagi berbincang dengan tamu-tamu yang datang ke restoran yang biasanya kulakukan di kala senggang. Aku bahkan menolak untuk ikut sembahyang bersama keluargaku, tak ada lagi upacara-upacara yang ku ikuti. Tuhan sudah mengambil kakiku, maka untuk apa aku memuji-Nya lagi. Hidupku menjadi amat menyedihkan, hanya berisi tangisan, jeritan dan bentakan. Aku menjadi gadis pemurung. Aku marah pada Tuhan, pada teroris yang membuatku seperti ini, pada aji, pada meme, pada semua orang. Mengapa aku yang harus mengalami ini semua. 
Lima bulan kulalui dengan buruk meski keluargaku tak juga menyerah menyemangatiku untuk bangkit. Dan hari itu adalah otonanku, hari kelahiranku berdasarkan tanggalan Bali yang dirayakan setiap 210 hari. Meme memandikanku lalu memakaikanku kebaya dan kain juga membelitkan kamben. Aku hanya diam menurut tanpa ekspresi, padahal biasanya aku selalu bahagia tiap kali otonan. Setelah siap, aji mengangkatku agar bisa duduk di lantai, menghadap tempat tidurku yang dilapisi sukla dengan banten tersusun rapi di atasnya. Aku hanya diam selama upacara berlangsung sampai akhirnya giliranku yang harus sembahyang namun sebenarnya aku tak mengucapkan apa-apa bahkan dalam hatipun tidak. Setelahnya tirta suci dicipratkan kepadaku, kening dan leherku ditempeli bija, aku menelan sebutir bija lainnya lalu tanganku diolesi base. Terakhir aku dipakaikan benang putih yang dijalin halus. Otonanku sudah selesai, aku bernapas lega karena bisa kembali sendirian di kamarku.
Ketika itulah, saat aku melihat jalinan benang putih yang dipakaikan di tanganku, tiba-tiba saja penerimaan itu datang. Aku memang sudah tak mempunyai kaki, sudah tak bisa melakukan banyak hal yang dulu  bisa ku lakukan. Tapi Tuhan begitu baik, Tuhan memang mengambil kakiku, tapi kedua tanganku masih utuh, mataku masih bisa melihat, telingaku masih mampu mendengar, begitupun dengan organ tubuhku yang lainnya masih bekerja dengan baik. Tuhan begitu baik sudah memberiku hidup. Yang bisa ku lakukan untuk membalas semua kebaikan-Nya adalah dengan hidup yang berguna, melakukan banyak kebaikan, dan kembali memuji-Nya seperti dahulu.
Aku mengambil kertas dari laciku, mulai menulis apa yang ku rasakan juga tentang hal-hal yang telah terjadi. Aku menulis sampai lelah dan tiba-tiba saja sudah berlembar-lembar kertas penuh dengan tulisanku. Ayu masuk saat aku masih asik menulis, aku tersenyum padanya, menyuruhnya masuk. Itulah senyum pertamaku setelah lima bulan terakhir. 
Sejak hari itu aku mulai keluar dari kamar, beradaptasi dengan kursi rodaku. Aku mulai berdamai dengan keadaanku, tertawa bersama adik-adikku, mengobrol bersama meme, kadang juga berdebat dengan aji. Aku kembali mejalani hari-hariku dengan normal sambil terus menulis, dan aku mulai menulis dengan laptop kesayanganku. Tahun ajaran berikutnya aku kembali berkuliah. Teman-temanku juga amat baik, mereka sering membantuku manakala aku kesulitan dengan kursi rodaku. Hari-hariku berubah menjadi menyenangkan dan ceria.
Seperti belum cukup kebahagiaan yang ku temukan kembali, aku mendapat tawaran untuk membukukan cerpen-cerpenku. Salah seorang teman Ayu yang kebetulan bekerja di sebuah penerbitan buku memberikan tawaran yang bahkan tak pernah aku impikan. Awalnya Ayu diam-diam membawa cerpenku untuk ditunjukkan padanya, dan ternyata menurutnya cerpen-cerpenku bagus sehingga dia meminta Ayu untuk mengenalkannya padaku. Akhirnya cerpen-cerpenku dibukukan, cerpen-cerpen yang tadinya hanya ku tulis untuk sekedar terapi bagi hatiku.
Bli Kadek menggenggam tanganku, menyadarkanku dari perjalanan pusaran waktu yang rasanya sudah lama sekali berlalu. Semuanya sudah tertinggal jauh di belakang. Aku berhasil menyelesaikan sarjanaku. Aku menikmati hidupku yang bahagia dan kesibukanku sekarang adalah menulis. Bahkan sekarang aku sedang menghadiri talkshow peluncuran novel terbaruku. MC mempersilahkan satu pertanyaan lagi sebelum acara diakhiri.
“Siang Mbak Saras, menurut gossip katanya mbak mau menikah bulan depan? Kalau boleh tahu siapa pangeran yang beruntung itu?” tanya seorang peserta. Pipiku seketika menjadi panas. Bli Kadek malah tenang sekali, mempererat genggamannya, mengangguk tersenyum padaku.
“Iya, saya akan menikah bulan depan dengan pangeran tampan yang ada di sebelah saya ini..” Aku membalas senyuman Bli Kadek, pangeranku yang meskipun tak bisa membawaku dengan kuda putihnya tapi dia bersedia menggendongku dengan kedua tangannya.
Acarapun selesai. Aku amat bahagia seperti baru saja berhasil membawakan satu tarian indah. Kalau aku tak bisa menari dengan kedua kakiku, maka aku akan menari dengan jari-jariku, menulis banyak kisah, membiarkan hatiku menari dengan bebas.
~~ooOoo~~

Nah cerpen ini aku bikin untuk ikutan lomba nulis cerpen yang diadain sama Mbak Fanny yang suka nulis  cerpen dan Mbak Fanda yang punya toko Vixxio.
Hadiahnya ya? Umm, aku pilih Larasati-nya Pramoedya aja deh, kayaknya seru, heheu. Dan emang udah lama kepengen baca bukunya Pramoedya tapi belum kesampean sampe sekarang :p

42 comments:

  1. Tetap semangat sobat,terus kan cita2 mu

    ReplyDelete
  2. wew,,,akhirnya updet juga...
    gud luck ya...

    komen dulu,,baru baca..hahahaha

    ReplyDelete
  3. Wah panjang ni crita nya...dengan keterbatasan apa pun tak kan menghalangi sesorang tu meraih impian n cita2nya..
    Ntr blik bca lg dweh....

    ReplyDelete
  4. sip. aku catat dulu ya. tks lho.

    ReplyDelete
  5. menari di atas kibod memang lebih asik walau kadang juga tak indah..

    ReplyDelete
  6. Wah..aku jadi ingat. Dulu waktu kecil aku juga pengen bisa menari Bali loh. Rasanya tari nasional yg paling eksotik ya tari Bali...

    Numpang baca sambil menjuri yaa...

    ReplyDelete
  7. aku coba ngehubungkan judul dgn inti ceritanya n aku belum merasakan ada korelasi langsung, cuma terasa hikmah dari suatu musibah :) btw moga menang ya lombana :)

    ReplyDelete
  8. Cerpennya bagus banget... sampai terharu aku membaca kisahnya...
    Semoga menang ya, dan Larasati bisa tiba dalam dekapmu... Amin.

    ReplyDelete
  9. Semoga sukses lomba cerpennya..

    ReplyDelete
  10. semoga sukses yaa . aku sih lagi males nulis cerpen niih.. biasanya sih aku juga suka nulis , heuheu

    *good luck

    dianaurora.blogspot.com
    dianauroradiaries.blogspot.com

    ReplyDelete
  11. "Nice artikel, inspiring ditunggu artikel - artikel selanjutnya, sukses
    selalu, Tuhan memberkati anda, Trim's :)"

    ReplyDelete
  12. Wah...ceritanya bagus banget, terinspirasi tragedi bom Bali ya ? tapi...hiks...hiks...pilih bukunya sama, sudah kebayang kalah deh bang Pendi....hehehe
    Tapi gapapa...semoga sukses ya kontesnya

    Salam hangat & sehat selalu....

    ReplyDelete
  13. Dengan senyuman datang kemari
    Hatiku merasa tertegun menbacanya kawand.
    Yang paling utama adalah ketabahan yang belum tentu dimiliki oleh setiap orang.

    Akupun belum tentu bisa menerima kenyataan yang aku hadapi jika posisiku seperti kawandku ini.
    Tetap semangat kawand ya...

    Ketegaran hatimu patut dijadikan contoh buat kita semua.
    Sepenuh hatiku aku berucap do'a kepadam kawand, semoga jalan karir yang dijalani ini akan semakin terkenal.

    Btw novel terbarunya berjudul apa ya...
    terima kasih

    ReplyDelete
  14. postingan yang panjang...
    belum selesai bacanya...
    aku copas aja deh...
    hihi

    ReplyDelete
  15. kisah yang mengalir dan banyak pembelajaran yang didapat. tetaplah semangat saudaraku, kesuksesan telah menunggu di depan. jemputlah dengan tarian jemari

    ReplyDelete
  16. keterbatasan tak mampu menghalagi kreativitas seseorang,tuhan maha adil.. selalu ada jln terbaik buat hambanya....

    ReplyDelete
  17. semoga apa yang diharapkan dapat tercapai dengan ideaL tanpa mengaLami kendaLa berarti, saLam semangat.

    ReplyDelete
  18. Sejenak tafakur dalam kehingan……..
    Memaknai arti hidup dalam seraingkaian khilaf dan dosa…..
    Lisan kadang tak terjaga,….
    Jannikadang terabaikan,……
    Hati kadang berprasangka,….
    Sikap kadang menyakitkan,…..
    Harapan ini akan menjadi indah…..
    Jika maaf & silahturrahim ada diantara kita.
    Selamat menempuh bulan suci Ramadhan 1431 Hijriah.
    Mohon maaf lahir dan batin.
    Semoga Allah selalu memberikan
    Taufiq, Hidayah, Maghfirah dan Ridho-Nya untuk kita semua.
    Amiiiii….n !

    ReplyDelete
  19. aaa kisahnya baguss :D
    semoga menang ya kak :)

    ReplyDelete
  20. wah... semoga menang y.. ayo mbak fanny dan mbak fanda!!! menangin yg ini!!! hehe

    ReplyDelete
  21. ceritanya keren, mantaapp niih...

    moga menang yaa Ros, happy weekend :)

    ReplyDelete
  22. tetep konmsisten sama karya2 terbaiknya.. hehe..
    pa kbr??

    btw, moga menang ya lombanya.. ^^

    ReplyDelete
  23. ceritanya baguuus dan sangat detail jadi kayak aku ngerasain sendiri beban tokoh 'aku'nya :s)

    suskses ya mbak kontesnyaaa.. aku mau ikutan tapiii langsung minder abis baca cerpen mbak ini.. :D

    ReplyDelete
  24. bukannya 3 halaman minimal? kok dikit nie... :-0

    ReplyDelete
  25. aku punya pertanyaan ros.. tiap bikin cerpen,kamu riset2 dulu gitu ya?

    bagus deh cerpennya.. meskipun ternyata pendek ya,, padahal aku lagi menghayati peran si saraswati, tapi tiba2 udah abis aja.. hehehe..

    semoga beruntung!

    ReplyDelete
  26. hebatt ros bisa nulis cerpen yg bagus buat lomba mba fanny yah
    semoga menang yah ros ^^

    oh iya maaf aku baru bisa mampir
    skrg udah jarang blogging lg sibuk2nya hiks hiks :(

    ReplyDelete
  27. Sama-sama.. Selamat hari Selasa juga ya.. Mohon maaf lahir batin juga ya.

    ReplyDelete
  28. waaaaa,,,semoga menang...^^ aku pengen juga tapi kok g ada ide yah..otakku pemalas hihihih

    ReplyDelete
  29. tetap semanagat,,,
    good luck ya

    ReplyDelete
  30. Ane datang mengucpkan mohon maaf jika dalam perkataan slama ini menyinggung atau menyakiti...sukes selalu buat ros

    ReplyDelete
  31. Datang lagi mohon maaf lahir batin, semoga kita memasuki bulan suci dg ridha Allah

    ReplyDelete
  32. silaturahmi sore mbak

    selamat menyambut bulan suci Ramadhan ya mbak
    somoga amal ibadah kita diterima Allah swt

    ReplyDelete
  33. kak ros... aku datang....
    lama tak jumpa..
    apa kabarnya?

    ReplyDelete
  34. Tetap semangat kawanku ya.
    Datang dengan senyuman khusus untukmu.
    Memang kita semua harus selalu berserah diri kepada Alloh Tuhan semesta Alam.

    Jika dari judulnya menari dengan awan adalah sesuatu hal yg tidak mungkin.
    Tapi semangatnya yang tak kan pudar selamanya kawan.
    Salam..

    ReplyDelete
  35. Numpang baca.. tulisannya bagus dan haru yah.. Semoga Menang! :D

    *salam kenal :)

    ReplyDelete
  36. selamat, kamu menang. jangan lupa kirim alamat dan nama jelas.

    ReplyDelete
  37. Selamt atas terpilihnya cerpen ini sebagai pemenang dilomba menulis cerpen yg diadakan oleh sang cerpenis.
    Salam kenal. .

    ReplyDelete
  38. alamatmu masih yg lama ya? kan dulu pernah menang juga ya? kalo gitu nomor telpon deh. soalnya besok mau saya kirim semua hadiahnya nih.

    ReplyDelete

Makasi udah baca ocehanku ini, apalagi kalau mau ninggalin komen, hehe.. ^^