Thursday 29 April 2010

It's (not) A Silent Morning

I need to know what's on your mind
These coffee cups are getting cold
Mind the people passing by
They don't know I'll be leaving soon

I'll fly away tomorrow
To far away
I'll admit a cliché
Things won't be the same without you


Lamat-lamat terdengar suara merdu Adhitia Sofyan, pas sekali sebagai backsound saat gerimis begini, pagi ini. Aku jadi senyum-senyum sendiri di depan layar laptop yang berkedip balas menatapku. Sebentar aku sudah mengalihkan perhatianku pada roti panggang coklat dan secangkir teh chamomile hangat, sarapan pagi ini. Rasa manisnya pas, tak berlebihan, ditambah aroma kayu manis yang menguar di dapur mungil ini. Menambah sedap suasana.

Larik hujan mulai berjatuhan merupa tirai tebal, membasahi halaman belakang, tepat di hadapan dapur yang juga merangkap ruang makan. Dapur dirumah ini memang sengaja dibuat terbuka, langsung menghadap halaman. Sesekali angin membawa tetes air membasuh wajahku yang masih saja tersenyum. Sejuk. Basah. Hujan pertama di penghujung kemarau, permulaan musim, tumpah sudah.

Bau tanah basah, bau dedaunan yang di kecup jutaan larik hujan, ketika rerumputan dan ilalang sempurna berselimut tirainya berujung pada perjumpaan petrichor dengan tiap tetesan yang jatuh, menguarkan bau wangi yang khas ke seluruh penjuru ruang. Aku bersiap mengisi paru-paruku penuh-penuh dengan aroma ini, yang selalu kunantikan tiap kali hujan turun. Menarik napas dalam-dalam sampai gembung rasanya, walau selalu saja tak pernah cukup.


I'll be looking at my window seeing Adelaide sky
Would you be kind enough to remember
I'll be hearing my own foot steps under Adelaide sky
Would you be kind enough to remember me

I'll let you know what's on my mind
I wish they've made you portable
Then I'll carry you around and round
I bet you'll look good on me


Kodok-kodok di kolam tak mau kalah, ikut bernyanyi mencoba mengalahkan melodi merdu bebunyian jutaan larik hujan. Berkoor serempak saling sahut di antara mereka. Ya, aku memang sengaja memelihara beberapa ekor kodok di kolam halaman belakang. Menemani beberapa ekor ikan mas dan koi yang selalu sibuk hilir mudik, saling berbagi tempat dan makanan, tapi tak pernah saling sikut berebut. Ya mereka khan emang gak punya sikut, mungkin itulah yang membuat mereka tak pernah sikut-sikutan. Haha.

Hujan masih lama akan mereda, begitupun dengan player laptopku yang masih belum bosan juga memutar lagu yang itu-itu juga. Entah sudah berapa kali sepagian ini. Sarapanku sudah sejak tadi habis. Sisanya aku hanya duduk-duduk saja menikmati hari. Sebenarnya sejak tadi banyak ide berdesakan di dalam kepalaku, ingin segera ditumpahkan menjadi sebentuk tulisan elektronik. Tapi aku hanya sedang ingin menikmati pagi ini, hanya duduk-duduk saja.

I've been meaning to call you soon
But we're in different times
You might not be home now
Would you take a message
I'll try to stay awake
And fight your presence in my head


Merasa bersyukur padaNya, bahwa Dia menciptakan hujan tak hanya sekedar selembar foto dua dimensi yang tak mampu dirasakan, datar. Tapi Dia menciptakan hujan dengan bentuknya yang lembut yang selalu bisa ku rasai tiap kali menjatuhiku. Bersyukur padaNya, bahwa Dia menciptakan angin yang tak terlihat tapi mampu dirasakan, membawa hawa sejuk manakala berhembus menerpaku, membuat anak rambutku bergesekan satu sama lain.

Bersyukur padaNya karena Dia menciptakan kodok sedemikian rupa, hingga kodok itu tak hanya sekedar benda tiga dimensi, tapi juga bisa bernyanyi mencoba mengalahkan melodi merdu jutaan larik hujan, walaupun jelas tak mungkin bisa. Bersyukur padaNya yang telah menciptakan dunia beserta keseluruhan aksesorisnya tak hanya berupa entah benda berapa dimensi, tapi juga menghadirkan rasa pada tiap kepingnya. Rasa yang mampu ku rasai, entah dengan cara apa. Dan terimakasih Tuhan, karena engkau telah menghadirkan diriku, untuk mencicipi segala ciptaanMu yang indah ini, dalam gelap.

Ya, dalam gelap. Namun aku masih bisa merasakannya. Walau belum pernah sekalipun dari duapuluhtiga tahun hidupku melihat bagaimana rupanya. Tapi lagi-lagi, Tuhan, aku akan selalu bersyukur padaMu untuk semua ini. Untuk hujan, angin, kodok, petrichor, bunga bakung, kayu manis, dan entah berapa juta lagi nikmatMu. Yang terutama Tuhan, terimakasih karena Engkau telah menciptakan aku.

Aku kembali menekuri laptopku, laptop khusus dengan titik-titik timbul di tiap tombolnya yang dibelikan ayah ketika ulang tahunku yang keduapuluh. Pernah sekali laptopku rusak, hah, aku jadi sangat repot ketika itu. Jadinya aku merekam saja semua yang ingin ku tuliskan. Tapi sungguh merekam itu ternyata lebih sulit ketimbang menulis.


I'll be looking at my window seeing Adelaide sky
Would you be kind enough to remember
I'll be hearing my own foot steps under Adelaide sky
Would you be kind enough to remember me

4 comments:

  1. Serasa melayang layang neh mengikuti alur kata-katanya...
    Apa karena kebanyakan makan krupuk yah..?

    ReplyDelete
  2. duh, bacanya bikin gimana gitu...gambarnya pas juga tuh, amat mendukung aura tulisanmu.

    ReplyDelete
  3. uwh so sweet banget kata2nya ros,,,~_~

    ReplyDelete
  4. [mas rawins]
    kebanyakan makan kerupuk kayaknya sih, hehe... :p
    gak bagi-bagi sih..

    [mbak fanny]
    hayo, gimana, mbak? ;)

    [rinda]
    aw... :">

    [all]
    ditunggu saran dan kritiknya juga yaa... ^^
    makasi semua..

    ReplyDelete

Makasi udah baca ocehanku ini, apalagi kalau mau ninggalin komen, hehe.. ^^