Tuesday 22 June 2010

Catatan di Kereta


Pukul berapa sekarang?
Hmmm... Sekitar tengah malam. Aku tak bisa menuliskannya dengan pasti, karena tentunya waktu yang ku lihat saat mulai menulis ini dengan waktu aku mempostingnya berbeda.
Jadi kita ambil jalan tengah saja, sekitar tengah malam. Ok.

Aku terbangun barusan. Terbangun karena sms dari seseorang. Hei, sedang apa kau disana? Karena selanjutnya kau tak membalas smsku padahal aku langsung membalas smsmu, secepat itukah kau tidur? Hmm.. Dasar. Membangunkan orang seenaknya lalu pergi tidur begitu saja.

Di luar gelap. Aku mencoba melihat keluar, memfokuskan pupilku agar mampu mereka-reka pemandangan yang sepertinya hanya berupa blok-blok hitam. Hmm, ada blok hitam pekat, ada yang gak begitu pekat. Kadang juga diselingi kerlip cahaya lampu yang tak membantu. Oh pupilku bukan pupil si Naya, kucingnya si mbak, yang bisa membesar jadi kemudian mampu menyampaikan bentuk, warna, dan makna kepada otak hingga tercipta pemandangan meski dalam gelap. Hmm, lagipula paling-paling hanya persawahan dan sawah kalaupun bisa terlihat. Soal kenapa ku sebut persawahan dan sawah mungkin nanti saja ku jelaskan, ah, tidak sekarang. Itupun mungkin loh, it's a probably, not possibly. Khan tak perlu ku jelaskan juga kenapa probably lebih tak mungkin terjadi dibanding possibly? Kau khan pintar.

Bicara apa sih aku ini?



Ah, lagi-lagi aku tergoda untuk mencoret-coret dinding mayamu yang lain lagi. Dinding yang bahkan belum dicat. Bau plamiran masih tercium tajam, kenapa tak segera kau cat? Ah tapi lebih baik begitu ya, jadi aku tak seberapa merasa bersalah sudah mencoret-coretnya. Karena kalau kau tak suka, kau bisa segera mengecatnya, menutup coretanku hingga ludes tak berbekas. Tapi kalau kau suka, kau khan jadi tak perlu mengecatnya, aku jadi mengurangi pekerjaanmu bukan? Haha. Tambahan bonus, tak ada lagi dinding yang penuh coretanku selain dindingmu. Hebat khan?

Kereta ini masih melaju. Dan aku malah jadi teringat tengah malam lainnya kapan hari itu. Bukan, bukan tentang tengah malam kapan hari di kereta juga. Tapi lagi-lagi tentang tengah malam kapan hari bersamamu. Ah, kenapa sih kau lagi kau lagi.

Iya, waktu itu kita berbincang, lewat udara tentu saja. Kau masih di ujung sana, aku di ujung sini. Waktu itu hampir tengah malam. Belum tengah malam. Hampir.

Kita bicara soal kapan kau akan pulang lagi ke kotamu. Kau bilang masih lama. Masih nanti sewaktu libur hari raya tahun depan. Waktu itu kita bicara masih tahun kemarin. Jadi sekarang kau akan pulang hari raya tahun ini.

Dan kita iseng. Iseng yang sungguhan iseng, karena kita menghitung berapa lama lagi detiknya sampai kau pulang ke kotamu. Aku ingat waktu itu malam minggu kedua setelah kita bertemu pada hari Kamis sewaktu kau datang ke ibukota.
Jadi itu adalah tanggal 19 Desember 2009. Menurutku sih tanggal segitu, anggap saja segitu. Kau khan tak bisa diharapkan untuk soal tanggal dan detail.

Jadinya kita menghitung, seberapa lama lagi. Itu artinya duaratus enampuluh tiga hari, dihitung dari 20 Desember 2009 sampai 8 September 2010, karena hari raya jatuh tanggal 10 September 2010 dengan asumsi tak ada perubahan dan kau termasuk orang kebanyakan yang ikutan lebaran sama dengan pemerintah, aduh kau tahu khan di sini tak pernah kita hari raya pada hari yang sama secara serempak, selalu saja ada yang lebih cepat atau lebih lambat sehari, itu masih oke, asal jangan dua hari atau parahnya satu minggu, bisa kacau nanti. Ah ya, kenapa 8 September? Kau khan gak mungkin baru sampai di kotamu tepat tanggal 10 September, wajarnya kau sampai dua hari sebelumnya.

Nah sampai mana kita? Duaratus enampuluh tiga hari bukan? Yap, kau bisa menghitung ulang dengan menambahkan jumlah hari di tiap bulan, kalau perlu sambil lihat kalender. Lalu duaratus enampuluh tiga dikalikan duapuluhempat jam. Dikali enampuluh. Kemudian dikali lagi enampuluh. Jadinya duapuluhduajuta tujuhratusduapuluhtigaribu duaratus detik. Atau kalau mau lebih rinci lagi kau bisa mengalikannya lagi dengan enampuluh, dan kau akan mendapatkan angka milyaran dalam satuan milidetik. Maafkan aku yang tak memberimu angka milyaran pasti, karena kalkulator terdekat denganku sekarang adalah kalkulator di aplikasi ponselku yang terbatas digitnya, bukan kalkulator scientific yang mampu menghitung sampai pangkat entah ke berapa. Sebenarnya bisa saja ku hitung, cukup menghilangkan dua nol dibelakang angka tadi, lalu kalikan enampuluh, nanti hasilnya tambahkan lagi dua nol tadi. Cuma tak usahlah, kau saja yang hitung. Terserah kau mau menghitungnya sampai satuan nanodetik sekalipun.

Sebanyak itu lah kau akan kembali lagi ke kotamu, yang pasti sekarang angka itu sudah berkurang banyak. Setidaknya enampuluhdua hari sudah berlalu sejak tengah malam itu, artinya kau sudah berhasil membunuh limajuta tigaratuslimapuluhenamribu delapanratus detik.

Nah, kenapa repot sekali menghitung ini itu, menjumlahkan dan mengalikan hingga satuan terkecil, padahal kau khan pulang ke kotamu, bukan ke ibukota untuk menemuiku. Jadi kenapa aku harus repot menghitung tengah malam kapan hari itu? Malah tengah malam ini ku ulang lagi hitungan itu.

Aku tak menunggunya, kau yang menunggunya. Karena kalau aku yang menunggunya bukan hanya sekedar milyaran satuan milidetik yang ku dapat tapi jadinya bilangan imajiner, tak berbatas. Dan hanya Dia yang tahu kapan bilangan imajinerku berubah menjadi bilangan yang lebih nyata. Yang bisa ku hitung cukup dengan kalkulator ponsel. Atau kalau boleh milih, dengan hitung-hitungan abstrak dalam kepalaku saja, yang sepertinya malah penuh dengan bayangan tentang kau.

Huff.
Pukul berapa sekarang?
Sudah. Aku capek. Mungkin akan melanjutkan tidurku. Perjalananku masih jauh, umm... oh jangan, sudah, hentikan, jangan paksa aku untuk menghitung berapa lama lagi perjalananku dengan kereta ini hingga sampai di kota itu.

Sudah.
Begini saja sudah memenuhi sepersembilan dindingmu yang belum dicat.

Selamat tidur, wahai kau si pembunuh waktu dan jarak.
Ku harap kau mimpi indah, sungguh.

Aku menguap. Ngantuk sekali.

[Friday, February 19, 2010 at 11:57pm]


P.S.: Note ini saya buat ketika saya sedang dalam perjalanan ke Jogja dengan menggunakan kereta api, Februari lalu. Yah, waktu itu saya kebangun gara-gara sms dari seseorang yang menanyakan saya sedang apa [aneh bener, ya lagi tidur lah, khan tengah malem?] dan parahnya sudah saya balas smsnya ehh malah saya gantian ditinggalin tidur. Ck.. Note ini saya posting di note fb, hehe. Dan ini ya pengen aja sih posting di sini, sekalian dalam rangka memindahkan note-note saya yang belum sempat saya pindah ke sini.

18 comments:

  1. pagiii met ngator yah...hihihi
    so siapakah yg berani membangukanmu tengah malam tu? orang yg spesial yah... hmmmm... ;)
    ow disini g ad tanggalan..10sept..semoga aku masi bisa menikmati lebaran..bersama org2 tercintaku, msi lama sih... hehehe

    ReplyDelete
  2. Perjalanan jauh dengan kereta biasanya memang menyenangkan, apalagi buat menemui si dia.... Yang terbayang-bayang pastinya selalu dia. untung perjalanannya malam hari kalo siang bisa2 melihat pohon ingat dia, melihat sawah inget dia...melihat kambing juga ingat dia he...he

    Salam hangat & sehat selalu...

    ReplyDelete
  3. jadi jalan neh..? mampir dong ke tempatku. di seputaran makam pahlawan. tapi bukan juru kuncinya lho, apalagi penghuni

    ReplyDelete
  4. Wah aku juga paling kesel klo di sms malem2 eh udah dibales secepet pedrosa malah dia tidur haha.....

    wah biarpun dipostingannya mau tidur klo mau ngucapin met tidur ga mungkin siank2 gni....met aktivitas aja deh.......Semangat!!!

    ReplyDelete
  5. jadi mbingung nich, probably, possibly?
    kenangan lama yang hadir kembali :D

    ReplyDelete
  6. Eh Mbak, smsku yang lalam2 tu dah nyampek blum ya? Xixi...

    ReplyDelete
  7. jangan jangan tu sms makhluk gaib lagi. halah!!!!

    ReplyDelete
  8. waaa,,,udah lama banget aku gak naek kereta....

    ReplyDelete
  9. salam buat Om & Tante.
    saya pulang tahun depan ^^!

    ReplyDelete
  10. wah g bisa dh aku sms lagi..
    ntar mrasa trganggu krn smsku..
    hehehe...slmat mlm anak mami

    ReplyDelete
  11. hihi, lucu euy baca komen2nya :-)

    besok-besok langsung telpon aja deh, jangan sms :p

    ReplyDelete
  12. aku gag pernah naik kereta api. :(

    ReplyDelete
  13. Weww... tengah malam gitu bisa menghasilkan tulisan menarik kayak gitu yah? Kalo aku sih langsung terlelap lagi abis dapet sms tuh.. :D

    ReplyDelete
  14. kurang kerjaan x tu orang
    hehe

    ReplyDelete
  15. nguapnya jangan Lebar-lebar ach, kasian tuh orang yang dibangku sebeLah pada tutup idung. wkwkwkwkwk...
    Lain kaLo jaLan-jaLan ajak-ajak saya yah ros, nanti saya kasih ponten 10 deh. tapi yang Lainnya pada dapet ponten 70, 80, 90 wkwkwkwk...

    ReplyDelete
  16. Saya juga sering membuat draft postingan di KA Surabaya-Bandung.Sampai dirumah baru di tulis di blog. Kalau nggak gitu suka lupa.

    Salam hangat dari BlogCamp yang saat ini sedang menggelar acara :
    1. ” Kontes Menulis Opini ”
    2. ”The Amazing Picture ”, dan
    3. ” The Twin Contest”
    4. “ Kontes Menulis Peribahasa “
    dalam rangka menyambut 1st BlogCamp’s Anniversary.
    Silahkan bergabung di BlogCamp dan raihlah hadiah yang menarik.

    Terima kasih

    ReplyDelete
  17. Waduh, udah terbangun dari tidur gara2 SMS, tapi yg diSMS-in balik malah tidur..
    Sebel dong ya... ?

    ReplyDelete

Makasi udah baca ocehanku ini, apalagi kalau mau ninggalin komen, hehe.. ^^