Tuesday 27 November 2012


Sampai beberapa jam lalu aku masih berpikir bahwa semua akan kembali baik-baik saja, seperti dulu, seperti sebelumnya. Mengira kamu akan menyesal lalu segera memencet speed dial nomerku yang masih tersimpan dalam ponsel pintarmu. Berkata bahwa kamu salah telah membiarkan semua jadi begitu berantakan. Bahwa kita masih bisa memperbaiki segalanya. Bahwa tak sedetikpun mampu kamu lewati tanpa berpikir tentang kita. Tentang segala yang pernah kita punya. Lalu kemudian aku akan berkata bahwa itu semua sudah berlalu dan kita masih bisa kembali baik-baik saja dan melupakan segala sedu sedan yang tak perlu. Bahwa kita masih punya jutaan detik yang tersisa untuk kita. Bahwa kita akan kembali bahagia bersama-sama.

Dan kamu akan berterimakasih padaku karena tetap setia dan tak pernah pergi saat kamu bahkan sudah jauh meninggalkanku. Kemudian aku akan menjawab bahwa itu bukan apa-apa. Bahwa aku melakukan itu semua dengan tulus hati dan tak berharap apapun juga. Lalu kita akan tertawa-tawa lagi seperti dulu. Kamu akan bernyanyi lagi untukku. Dan aku akan menceritakan segala yang terjadi hari ini. Kita akan saling lempar untuk menutup telepon lebih dulu. Persis seperti dulu.

Well yeah. Aku terlalu banyak menyimpan kenangan yang tidak perlu sepertinya. Bahkan mungkin aku sama sekali tak pernah ada dalam daftar speed dial-mu. Karena saat ini, aku tahu bahwa kamu memang sudah melupakan segala konsep tentang kita. Bahwa bagimu konsep itu sudah jadi semacam hal yang kelewat usang. Jelas aku yang terlalu banyak menghabiskan waktu menonton drama Korea yang kadang kelewat mustahil. Memangnya ada cowok semanis figur yang berusaha ditampilkan oleh para aktor Korea itu? Bukan fisiknya tentu saja. Tapi sifatnya. Mengapa hal-hal di luar akal begitu masih laku dijual dan memiliki banyak penggemar? Aku salah satu penggemar setianya. Sayangnya.

Begini. Kamu bahagia bukan? Aku bukan ingin mendoakanmu selalu berbahagia. Aku hanya ingin bisa memaafkanmu. Memaafkan diriku sendiri. Memaafkan kita. Memaafkan segalanya yang pernah ada. Aku hanya ingin hatiku tenang. Tak lagi melulu soal kamu. Aku lelah. Jujur saja.

Pernah aku berpikir tentang menemui seorang hipnotis. Mungkin dengan begitu akan lebih mudah. Tapi tentu saja, aku takkan sanggup membayarnya. Harganya mahal bukan? Dan aku sedang dalam masa penghematan. Bukannya aku masih kepingin lebih lama lagi mengingat-ingat tentang kita atau apa. Hanya saja, rasanya aku gagal sekali kalau sampai membutuhkan jasa seorang hipnotis.

Aku lelah bahkan hanya dengan melihat namamu bertengger online di jajaran daftar nama teman-temanku. Aku lelah bolak-balik menghapus namamu dari daftar kontak ponselku. Aku lelah melihat segala hal yang bahkan tak ada kaitannya denganmu namun mampu membuatku teringat padamu. Aku lelah dengan semua itu. Aku lelah berurusan denganmu yang kini bahkan hanya serupa kenangan usang. Well yeah, tak bisakah kamu minggat saja dan pergi entah kemana?

Mungkin aku bisa memulainya dengan membencimu. Tapi dari mana aku harus mulai membencimu? Seharusnya patah hati punya buku panduan yang dimiliki oleh semua penderitanya. Setidaknya aku bisa mencontek beberapa tips.

Oh, hari sudah mulai tumbang. Aku harus pergi. Dan kamu? Yah terserah kamu mau melakukan apa. Memangnya tulisanku masih ada artinya buatmu?