Monday 11 May 2015

I can't hear your heartbeat, you're too far away....


Desember 2010

“Brakkkkk…” Sayup adzan Maghrib masih berkumandang di kejauhan ketika tiba-tiba terdengar bunyi benturan yang membuatku sontak menginjak pedal rem. Bukannya aku sedang melamun atau apa, tapi sekarang sedang hujan deras dan hari begitu gelap meski senja baru saja turun. Hanya pendar lampu merah dari kendaraan di depan yang bisa terlihat, itupun buram, sementara langit seolah tak lagi punya waktu lain untuk menumpahkan segala beban yang ditanggungnya entah sejak kapan. Dengan gemetar ku pinggirkan mobilku, menepi ke jalan yang hampir bertansformasi menjadi sungai deras, ditambah lagi tingkat kemiringan yang lumayan curam sehingga air yang mengalir dari atas begitu menderas turun. Lupakan soal payung dan ribuan rintik hujan yang serentak menghabiskan hangat kering nyaman baju yang kupakai, dengan tergesa ku hampiri asal suara tadi. Beberapa mobil di belakang ikut berhenti menunggu orang-orang memindahkan motor serta bagian-bagiannya yang terlepas, juga si pengendara.

Jantungku berdetak begitu kencang, mungkin aliran darahku bahkan lebih deras dibandingkan dengan hujan yang mengenaiku. Beberapa pria yang menolong memindahkan motor tadi kini satu persatu kembali melanjutkan perjalanan masing-masing, begitupula mobil-mobil yang ikut berhenti.
“Ini tadi ditabrak? Kenapa gak dikejar yang nabrak?” salah seorang dari mereka bertanya.



Alkisah di suatu negeri nun jauh di sana, hiduplah seorang Puteri Bisu dan Pangeran Buta. Ya, sang Puteri tidak dapat berbicara sementara sang Pangeran tidak dapat melihat. Tentu saja, mereka terlahir sempurna bahkan rakyat pun menjuluki mereka berdua titisan dewa dewi karena kesempurnaan fisik rupawan nan memesona. Hanya saja suatu ketika mereka berdua sedang bermain di halaman ketika kemudian tiba-tiba terjadi kecelakaan yang merenggut suara merdu sang Puteri dan mengambil cahaya dari mata jernih sang Pangeran.

Meski demikian mereka masih tetap bersahabat, mereka masih bermain bersama. Bahkan menjadi lebih sering karena tak ada yang lebih memahami diri mereka dibandingkan dengan mereka sendiri. Sang Puteri dan Pangeran saling memahami satu sama lain. Setiap kali Pangeran menyanyikan satu lagu baru, Puteri akan bertepuk tangan sebagai ganti dari suaranya yang ingin ikut bernyanyi. Begitupula setiap kali ada benda-benda baru yang menarik, Puteri akan membawakannya untuk Pangeran, meletakkannya di telapak tangan Pangeran agar ia dapat merabanya sendiri.

Tuesday 5 May 2015

A Thousand Pieces of Broken Glass









I'd like to say we gave it a try
I'd like to blame it all on life
Maybe we just weren't right, but that's a lie, that's a lie

And we can deny it as much as we want
But in time our feelings will show

'Cause sooner or later
We'll wonder why we gave up
The truth is everyone knows

“Kamu tau gak? Sewaktu Tuhan menciptakan surga ada percikan-percikan yang jatuh ke bumi, dan sedikit dari percikan itu jatuh di Garut, sepanjang jalan Pameungpeuk, dan sepanjang pantai Rancabuaya.” Ardhiandika hanya tersenyum mendengar Maygistara di sebelahnya mengoceh tentang pemandangan yang sedang dan sudah mereka lalui selama tiga hari kemarin.