Thursday 4 October 2012

masih tentang kamu....


Hei, kamu. Masih di sana kah?
Bagaimana aku harus mengatakan ini? Bahwa tetiba saja aku sudah mulai memenuhi satu lagi dinding kosong yang sudah lama ku tinggalkan. Lembab. Baru saja ku sentuhkan telapak tanganku pada mukanya. Sudah selama itukah aku pergi?

Mungkin saja. Tapi, apakah kamu masih terus ada di sana? Seperti selama ini yang masih tetap aku kira-kira saja. Bahwa kamu masih di sana, duduk nyaman di atas sofa kesayanganmu sambil memandangi layaryang terus berpendar, membaca segala coretanku dengan tokoh utama dirimu sendiri. Atau mungkin kah kamu pun sedang menuliskan satu kisah kepada kisah lainnya yang sesungguhnya hanyalah tentangku saja?

Ummm, yah... kadang aku menerka-nerka.. apakah kamu lebih suka membaca atau menulis.. Apakah bila kamu lebih suka membaca, sukakah kamu dengan racauanku yang melulu tentangmu? Atau bila kamu suka menulis, apakah itu melulu tentangku? Karena jujur saja, kebanyakan racauanku yang tidak jelas ujung pangkalnya ini, selalu melulu tentangmu. Karena kamu memang masih tak berujung pangkal. Haha, maafkan aku karena memberikanmu predikat seperti itu.

Kelak bila kamu sudah berujung pangkal, aku pun akan tahu. Kamu juga. Apa sekarang ini kamu juga sedang menulisiku? Atau malah sudah berlabuh dalam mimpi indah di negeri antah berantah?

Nanti, ketika semesta menerima titahNya untuk membuat satu konspirasi yang akan mempertemukan aku dan kamu, ku harap... ku harap... ah entah. Aku tak tahu harus berharap apa. Kita lihat saja nanti.

Aku belum bosan untuk terus menulisimu. Meski terkadang aku menghilang begitu saja. Bukan berarti aku melupakanmu. Aku bahkan selalu menebak-nebak bagaimana kamu. Tak selalu sih, hanya sering saja. Aku tak mau kamu jadi besar kepala. 

Aku belum lelah berjalan menuju ke arahmu. Ku harap kamu pun begitu. Tak perlu berlari. Mari kita nikmati saja perjalanan ini. Layaknya perjalanan dengan kereta api senja yang lamat-lamat mengantarkan kita ke tempat tujuan. Entah di persimpangan yang mana kereta kita akan bertemu. Aku masih memegang tiketku erat-erat. Meski aku tahu akulah penumpang tunggal di keretaku sendiri. Entah. Hanya ingin memastikan bahwa tujuanku memang sesuai dengan yang tertera pada tiket yang masih ku jaga ini. Kamu?

Kamu, jangan menyerah ya... Begitupun aku.
Ketika permintaan 'saya sendirian dan mati lampu di sini, maukah kamu sebentar saja menemani saya?' menjadi tak lagi sederhana dan berakhir dengan tanpa jawaban, maka apalagi?

Maka segala yang saya butuhkan memang hanyalah Engkau. Saya bahkan tak membutuhkan deretan sepuluh angka untuk bisa berbicara denganMu. Saya bahkan hanya perlu berbicara saja, dan saya tahu Engkau selalu mendengarkan. Lalu mengapa saya masih saja berharap pada ciptaanMu untuk menemani saya bicara?

Padahal saya bisa selalu memintaMu untuk menemani saya. Bahkan sejatinya Engkau selalu bersama saya. Maka mengapa saya masih merasa sepi?

Tuhan, saya percaya padaMu. Saya percaya pada semua rancanganMu. Bahkan saya percaya Engkau sedang melihat saya mengetik ini sekarang, di kamar yang tanpa cahaya apapun selain pendar layar sepuluh inchi yang sebentar lagi pun akan redup.

Tuhan, saya gak pernah takut gelap, seperti sekarang, saat mati lampu begini. Saya juga gak pernah takut sendirian seperti sekarang. Saya hanya takut kesepian.

Tapi bersamaMu tak ada kesepian bukan? Seharusnya. Tapi Tuhan, barusan ada suara-suara yang saya tidak tahu itu berasal dari mana. Saya hanya takut kesepian....

Tuhan, saya tahu Engkau selalu menjaga saya... Tapi bolehkah saya minta seorang teman saja yang selalu bisa bersama saya? Bahkan dalam gelap padam listrik begini? Seorang teman yang akan menemani saya bahkan tanpa saya minta....

Tuhan, permintaan saya gak berlebihan kan?