Maaf karena aku telah melibatkanmu.
Melibatkanmu dalam kehidupanku yang mungkin pada akhirnya membuatmu jadi sesak nafas.
Melibatkanmu dalam khayalan-khayalanku yang terkadang kelewat liar untuk bisa dikendalikan dengan nalar.
Melibatkanmu dalam mimpi-mimpiku yang sering kali tak berbeda jauh dengan dongeng negeri seribu satu malam.
Dan yang terakhir karena melibatkanmu dalam tiap doa-doaku yang kusisipi dalam tiap sujudku yang kuharap akan bisa terkabul pada saat yang telah ditentukanNya.
Melibatkanmu.
Betapa aku begitu terbiasa untuk melibatkanmu dalam segala hal dalam keseharianku.
Manakala melihat menu makanan baru yang terlintas adalah mungkinkah kamu akan menyukainya bila mencobanya?
Manakala mendengar satu lagu baru yang terpikir adalah apa yang akan kamu katakan bila mendengarnya?
Atau apalah lagi hal-hal remeh yang entah bagaimana malah membuatku berpikir tentangmu.
Padahal seharusnya, semestinya, seyogyanya, aku tak menjangkarkan hatiku sedemikian dalam kepada lautanmu. Demi diriku sendiri. Dan demi kamu.
Aku takut terbangun di satu pagi dan kamu tak lagi sanggup untuk selalu kulibatkan dalam segala tentangku. Aku takut bila satu ketika kamu memutuskan untuk berhenti dan melepaskan roncean ikatan yang kupasangkan di tanganmu. Seperti balon gas yang tetiba terlepas dari genggam tanganku. Terbang seketika itu juga ke angkasa luas. Dan aku hanya akan memandangimu saja tanpa mampu berbuat apa-apa karena bahkan gaya gravitasipun tak akan bisa menarikmu untuk kembali ke bawah sini, kepada gapaian tanganku. Mungkinkah akan seperti itu?
Aku begitu takut, aku begitu ingin.
Takut kehilanganmu. Selalu ingin bersamamu.
Tapi begitu jugakah yang kamu rasakan?
Jangkar hatiku terlanjur tertancap dalam di relung lautanmu. Sungguhkah tertancap disana atau delusikah ini?
Kamu, sudah lelahkah terlibat denganku?
Sudah bosankah terlibat denganku?
Ataukah lautan yang ku diami ini sejak mula-mula hingga akhirnya memang hanyalah untukku?