Wednesday 5 August 2015

Setangkup Roti Bakar dan Segelas Caramel Latte

Senja tadi aku jatuh hati.
Pada binar lampu yang mulai berpendar.
Pada semilir angin yang menggerakkan dedaunan pohon di seberang jalan.
Pada desing mesin kendaraan yang melintas.
Pada bisik malam yang mulai menggerogoti matahari perlahan-lahan hingga sempurna gelap memeluk bumi.

Senja tadi aku jatuh hati.
Pada sayup obrolan muda mudi di meja sebelah yang entah sedang menertawakan lelucon apalagi.
Pada kerit pintu toko yang mulai ditutup oleh si pemilik yang sudah tak sabar ingin berjumpa dengan anak istri.
Pada dengung kereta listrik di kejauhan, mengantarkan jantung-jantung yang berdegup, menuju pulang atau sekedar singgah.
Pada bunyi nong nong nong penanda kereta akan melintas yang terdengar begitu monoton tapi sangat mendesak, meminta perhatian.

Senja tadi aku jatuh hati.
Pada segalanya.
Klakson angkot yang tak habis-habisnya beradu nyaring.
Roti bakar cokelat keju yang terlalu kering dipanggang.
Es karamel latte dengan whipping krim yang terasa terlalu manis.
Kerlap-kerlip lampu di warung makan padang.
Payung meja bermotif kembang yang sudah ditutup karena panas terik telah lama menghilang.
Pada segala detail yang biasanya hanya akan ku lewatkan begitu saja, beberapa malah membuatku kesal karena merasa terganggu.

Senja tadi aku jatuh hati.
Padahal senja tadi aku hanya duduk di satu bangku dengan meja berpayung tertutup.
Dan hanya duduk saja.
Duduk saja, diam entah berapa lama, membiarkan segalanya bergerak dan bersuara.
Tiba-tiba saja aku merasa jatuh hati.
Aku lupa kapan terakhir kali duduk saja terdiam seperti ini, memperhatikan segalanya tanpa beban perasaan ataupun ekspektasi berlebihan.

Aku lupa kapan terakhir kali hanya diam saja dan jatuh hati.
Sampai kemudian aku teringat satu senja yang diam-diam ku bungkus dengan kertas kado perak berpita emas, tersimpan di salah satu laci lemari kenanganku.
Satu senja yang ku habiskan denganmu.
Menonton matahari mengecup mesra bumi yang dicintainya, untuk sekejap berbagi peran dengan rembulan yang telah siap naik pentas.
Bersila di atas rerumputan, sesekali bercerita tentang hal-hal yang kebetulan mampir, atau sekedar menertawakan gurauan ringan.
Berbagi semangkuk es buah dan sepiring siomay yang salah pesanan, bukan karena kehabisan uang atau sok romantis tapi karena aku tetiba menginginkan menu makanan berbeda di tempat lain.
Senja di atas rerumputan, di bawah langit yang perlahan mencelupkan birunya ke dalam tinta hitam.
Senja yang begitu manis meski tanpa pemanis.
Senja yang begitu syahdu namun tak lantas jadi sendu.
Senja yang begitu sederhana hanya karena.

Hanya karena aku bersamamu.

Ku kira senja tadi aku jatuh hati.
Begitupun senja kemarin.
Senja bersamamu di lapangan berumput dengan semangkuk es buah dan sepiring siomay yang salah pesanan.

Selamat senja, kamu.

No comments:

Post a Comment

Makasi udah baca ocehanku ini, apalagi kalau mau ninggalin komen, hehe.. ^^