Tuesday, 10 August 2010

Malaikat Kecilku



Aku masih memandangi bayi mungil yang ada di tanganku, masih merasa takjub melihatnya nyata dalam dekapanku. Takjub bahkan setelah aku menyaksikan sendiri bagaimana dia bisa hadir ke dunia ini, menyaksikan istriku yang berjuang melawan maut untuk melahirkannya. Benar-benar proses yang menegangkan. Aku bahkan ikut berkeringat panas dingin saat memegangi tangan istriku yang memang basah oleh keringatnya, sesekali aku juga mengusap keningnya, menyemangatinya agar terus berjuang.

Nah begini, aku ingin menceritakannya padamu tapi dari mana aku bisa memulai kisah ini. Hmmm, ah ya… jadi kemarin sore mungkin sekitar pukul empat aku dan istriku yang sedang hamil masih berjalan-jalan di taman dekat rumah kami. Kami memang sering berjalan-jalan sore, sekedar mengajak istriku yang sejak hamil jadi suka sekali berjalan-jalan bertelanjang kaki di atas batu-batu kerikil yang memang sengaja dibuat menjadi sebuah track khusus bagi yang ingin berjalan-jalan di atasnya sambil merasakan sensasi refleksinya karena memang itu tujuan pembuatannya. Beberapa orang juga rutin berjalan-jalan di situ, yah meskipun kebanyakan dari mereka mungkin sudah seumur orangtuaku.

Kami baru saja berjalan setengah putaran ketika tiba-tiba istriku berteriak sambil mencengkram lenganku kuat sekali. Seketika aku jadi panik, kehamilannya memang sudah sembilan bulan, tapi dia masih saja memaksaku untuk menemaninya berjalan-jalan sore dan meskipun berat hati karena memikirkan kondisinya itu aku tetap menurutinya. Dan ternyata kekhawatiranku menjadi nyata. Aku tambah panik melihat mukanya yang sudah pias, keringat mengucur deras, istriku bahkan terduduk setelah berteriak kesakitan tadi.

Dengan pikiran yang kacau balau, aku menuntunnya ke bangku taman, berkata bahwa semua akan baik-baik saja untuk kemudian menyetop taksi yang lewat, menggendong istriku yang sudah lemas menahan sakit, lalu buru-buru memerintahkan sopir ke rumah sakit terdekat. Untunglah jalan raya sore itu tidak begitu ramai. Kami sampai di rumah sakit limabelas menit kemudian. Lagi-lagi aku terburu-buru memanggil siapa saja yang kebetulan lewat. Seorang perawat yang sudah agak berumur segera menarik tempat tidur dorong khusus pasien lalu membantu istriku naik ke atas tempat tidur itu dan kemudian kami bersama-sama mendorongnya ke bangsal bersalin.

Sesampainya ke bangsal bersalin, istriku dibawa masuk ke ruangan bersalin, seorang dokter wanita mengikuti dari belakang. Untunglah mereka tak melarangku yang ikut masuk ke ruangan itu, sungguh aku tak tega meninggalkan istriku berjuang sendirian. Dokter itu memerintahkan ini itu pada perawat lainnya, tak ada satu pun dari kalimatnya yang aku mengerti, hanya saja aku mendengar dia berkata bahwa memang sudah waktunya untuk istriku melahirkan, ketubannya sudah pecah atau apalah itu tadi dan katanya pembukaannya pun sudah sepuluh [aku tambah tak mengerti di bagian ini] dan dia memarahiku [atau hanya bertanya sambil lalu? Karena ku lihat dia tak menunggu jawabanku.] tentang mengapa aku masih saja mengajak istriku berjalan-jalan dan bukannya malah tinggal di rumah atau ke rumah sakit. Ya ampun, itu permintaan istriku sendiri, aku khan sudah melarangnya tadi. Tapi aku tak ingin menjelaskan pada dokter itu demi melihat istriku yang sedang kesakitan. Dia menjerit dan mengernyitkan dahinya berkali-kali, jauh lebih mengernyit ketimbang yang sering dia lakukan kalau aku salah menggunakan lap piring dan bukan lap tangan untuk mengelap tanganku. Bagian itu aku tak tahu mengapa dia begitu peduli apakah itu lap piring, lap tangan, lap panci, atau lap apalah-itu-perabotan-dan-barang-yang-ada-di-rumah, memangnya ada berapa macam lap di dunia ini? Oh aku tak tahu, sungguh, jadi jangan bertanya padaku.

Dokter itu memberikan pengarahan pada istriku yang sedang menarik napas pendek-pendek, ngos-ngosan seperti orang habis berlari sepuluh putaran stadion, keringatnya tambah deras mengucur, dan aku hanya bisa melihatnya dan berusaha tak melepaskan genggamanku yang rasanya sudah merekat erat di tangannya, aku gemetar mungkin wajahku juga sudah pucat pasi, tapi aku harus bisa tetap bertahan ada di sampingnya. Aku tak mau meninggalkannya sendirian. Dokter itu masih memberi pengarahan pendek pada istriku yang baru akan mulai mengejan lagi. Ya Allah ya Rabb, aku sungguh tak tega melihatnya seperti itu. Dokter menyuruh istriku menarik napas dalam-dalam, lalu menahannya untuk kemudian mengejan dan ah apalah itu aku sudah tak bisa mengikuti segala instruksinya, lagipula dokter itu tak menyuruhku mengikuti juga, hanya saja aku reflek.

Dan itu, saat aku sudah mandi keringat dan istriku sudah berkali-kali mengambil napas-mengejan-mengeluarkan napas kepala mungil bayi kami terlihat. Ya Allah, sungguh aku bisa melihat kepalanya dengan rambut yang hitam lebat lalu bahunya yang mungil, dan kemudian dengan lembut dokter tadi menarik bayi kami sampai kakinya juga berhasil ada di luar. Istriku menggigil gemetar saat bayi kami lahir. Bayi merah itu lahir, aku melihatnya lahir di dunia, seketika hatiku gembung oleh perasaan lega dan bahagia, proses menegangkan itu akhirnya selesai juga. Aku tak tahu kalau rasanya bisa sebahagia itu sampai-sampai aku reflek bersujud. Istriku tersenyum lemah, dokter menyerahkan bayi kami kepadaku untuk diazankan sambil mengatakan bahwa bayi kami laki-laki, yah meskipun kami sudah tahu karena kecanggihan tekhnologi bernama USG. Aku menerima bayi kami dengan tangan gemetar, mencoba memegangnya dengan hati-hati, meletakkannya persis di depan wajahku untuk kemudian aku mengazaninya dengan suara pelan namun jelas. Aku terharu setelah selesai mengazaninya, aku baru saja mengazani bayi laki-lakiku, bayi kami, cetak biru diriku dan istriku. Masih dengan perasaan haru aku menyerahkan bayi kami pada perawat untuk dibersihkan, istriku masih harus menjalani proses berikutnya yang sebaiknya tak ku ceritakan di sini.

Sejam kemudian istriku sudah ada di ruang perawatan, tubuhnya yang lemah sehabis melahirkan terbaring di ranjang. Aku terus menggenggam tangannya erat mengatakan bahwa bayi kami sehat dan lahir dengan sempurna. Istriku tersenyum manis sekali demi mendengar berita itu. Ya Allah, aku begitu mencintai istriku dan kini semakin mencintainya. Perawat mengetuk pintu saat aku masih bercerita tentang bayi kami yang mungil, istriku tadi tak begitu bisa memperhatikan bayi kami saat proses melahirkan yang menegangkan itu, keajaiban dunia yang benar-benar menakjubkan.

“Waktunya untuk memberi ASI pertama kali, bu. Ini bayinya udah gak sabar lagi kayaknya…” kata si perawat dengan ramah sambil menyerahkan bayi kami pada istriku yang sudah bersandar pada bantal-bantal yang ku susun cepat saat si perawat masuk.

“Mau dikasih nama siapa, pak? Bayinya lucu banget… Ganteng seperti papanya..” tanya si perawat. Dan aku mau tak mau tersenyum mendengar pujiannya.

“Rae.. Ya, namanya Rae, Muhammad Raehan..” kataku mantap. Dan perawat itu permisi keluar, meninggalkan aku bersama istriku dan bayi kami. Ramadhan kali ini kami tidak hanya berdua saja, tapi bertiga bersama si kecil Rae. Terima kasih ya Allah atas segala karunia-Mu.

~~ooOoo~~

P.S.: Eh well, kenapa saya jadi nulis cerpen dengan tema begini? Jujur aja, ini sih gara-gara tadi siang saya abis ngejengukin salah satu temen kantor yang baru aja melahirkan, bayinya perempuan. And that baby is definitely cute!!! My God, she’s just like an angel.. how sweet… and it make me wondering and asking to God that can i have one like her? Ouch ouch, jadi kacau.. Nah karena itu jadinya saya kepengen nulis cerita ini, haha. Lagian saya juga lagi kepengen nulis cerita yang seneng gitu loh gak melulu sedihhhh terus gitu, heheu…

Nah, tapi maaf ya kalo ternyata ada yang keliru dari yang saya tulis itu. Aduh, saya khan belum pernah melahirkan? Ya ampun, apalagi pernah menjadi seorang suami yang nemenin istrinya ngelahirin? Yang terakhir itu kayaknya emang gak akan mungkin ya, haha.. Stop! Saya mulai ngawur! Nah makanya tadi saya minta maaf kalo emang ada yang salah [duh kenapa ditulis lagi? bairlah]. Yang saya tulis cuma berdasarkan cerita-cerita yang saya dengar dan dengan sedikit fantasi serta khayalan saya, jadi yah well kayak begitu itu, heu… Kalo ada yang mau berbagi pengalamannya tentang melahirkan atau apapun lah tentang itu, boleh lah dibagi di kotak komen, ok ok? heheu..

Ah yaaa, besok mulai berpuasa khan? Nah nah saya juga mau ngucapin selamat berpuasa untuk yang menjalankan ibadah puasa.. Mohon maaf ya atas segala kesalahan saya selama ini, yah saya khan cuma manusia biasa yang tak sempurna dan kadang salah namun di hatiku hanya satu.. eh stop! Saya ngawur lagi. Yah itu, saya sebagai manusia biasa yang kadang emang salah meminta maaf kepada semuanya, mari kita saling memaafkan dan segalanya akan menjadi lebih indah.. :)


Selamat bermalam Rabu!!

Jangan sampe telat bangun sahur yak!

29 comments:

  1. Asyik ceritanya happy ending.. Enggak kebayang kalo mbak rosa jadi suami :))

    ReplyDelete
  2. Aku gak pny pengalaman melahir kan coz aku cowox wakakakak...Btw met menyambut bulan suci

    ReplyDelete
  3. semoga segera dapetin suami n bisa bikin dedek yah hehehe
    yup suami siaga tuh yg di cerpen ^^
    met puasa untuk besok..

    ReplyDelete
  4. met puasa jingga..eh punya twitter gag?

    ReplyDelete
  5. Belum pernah melahirkan :D hehehehe...

    Sama2, mohon maaf juga. Semoga Ramadhan kali ini lebih baik lagi, Insya Allah..

    ReplyDelete
  6. Tdi ane kirain t'rosa yg melahirkan eh g tau nya terinfirasi dri jengukin temannya yg bru melahirkan...hehehe

    Bru plang tadarusa mampir k blog t'rosa!!!

    Saaahhhuuurrr

    ReplyDelete
  7. tuLisan yang inspiratif untuk disimak dan dimaknai, begitu beratnya perjuangan seorang Ibu.
    seLamat menjaLankan ibadah puasa Ramadhan, mohon maaf biLa seLama ini ada saLah daLam perkataan maupun priLaku. semoga kuaLiatas ibadah kita semakin baik, terima kasih.

    ReplyDelete
  8. Tulisan yg mempunyai makna luas meskipun hanya cerpen !
    Selamat menjalankan ibadah puasa ramadhan mhn maaf lahir btn ya ?

    ReplyDelete
  9. kamu udah ikut lomba cerpennya "cerpenis bercerita" ikutan gih siapa tau kamu menang :)

    ReplyDelete
  10. aku ketawa baca komentar yang paling pertama LOL

    ReplyDelete
  11. Ros, udah pernah liat orang melahirkan kah?? koq keknya bisa detail gitu cerita prosesinya, xixiixx

    anyway didoakan moga Rosa jg cepet pnya baby cute yaa ;)

    met Puasa Rosa, mohon maaf lahir bathin yaa :)

    ReplyDelete
  12. Hebat dari pengalaman sekilas bisa jadi cerpen ya :) btw met puasa ramadhan juga ya moga diberkahi Allah SWT..amin

    ReplyDelete
  13. Semoga terinspirasi dan ketularan ntuk menjadi ibu mulia seperti temannya.
    Salam sobat, skalian izin follow :)
    Met berpuasa, marhaban ya Ramadhan

    ReplyDelete
  14. kalo ngomongin melahirkan aku suka takut #-o hehehe ngilu bayanginnya
    tp kalo bayangin bayi mungilnya seneng lucu soalnya :D

    met puasa ya ros ^^
    iyah aku masih kerja di tempat lama ros

    ReplyDelete
  15. Hihihi, kirain pengalaman dirimyu Jeng :-)

    Wah tar kalo melahirkan udah ada gambarannya dunks jadi ga parno lagee hehehe

    ReplyDelete
  16. ceritanya bagus kok hihi tapi satu paragraf-nya terlalu banyak banget kalimat ☺ dibagi dua lebih enteng tuh dibaca jadi ga terlalu padat (cuma saran ;p)

    ReplyDelete
  17. hahaha oke deh :D
    oya selamat menjalankan ibadah puasa yaaa, sory baru mampir :)

    ReplyDelete
  18. Jadi pengen cepet2 punya anak.
    *Lho? Wkakaka...

    Btw, met menjalankan ibadah puasa yah.
    Moga lancar2 aja :)

    ReplyDelete
  19. baca2 cerita dari rosa.....
    pas buat ngabuburit...
    ^^
    pa kbr?

    ReplyDelete
  20. Cerpennya mengilhami saya untuk cepat2 saya cari suami..(lho??)
    hehehe..

    selamat berpuasa ya mba,,
    semoga ibadah puasanya lancar
    amien

    ReplyDelete
  21. Aku sudah lupa bagaimana persisnya rasanya melahirkan itu... udah 11 tahun yg lalu soalnya... hehehe

    ReplyDelete
  22. Melihat bayi mungil pasti membuat kita merasa gemas... Bener.. spt malaikat mungil.. :)

    ReplyDelete
  23. Selamat ya mas,,
    dah dapat momongan ...

    ReplyDelete
  24. Kok blum updet lagi jingga???

    ReplyDelete
  25. ceritanya menarik :)
    saya simpan buat baca di rumah ya ^^

    ReplyDelete
  26. Ternyata cerpen? Bingung juga awalnya. Kan, pemilik blog ini cewek... Masa bisa punya istri, ternyata e ternyata diatas sebuah cerpen. Tp cerpennya natural, mirip curhat.

    ReplyDelete
  27. melongok..belom berganti... knp? semoga hanya karena kesibukan..bukan sakit...^^

    ReplyDelete
  28. tulisan yang berani....bagus kok...cerpennya...

    ReplyDelete

Makasi udah baca ocehanku ini, apalagi kalau mau ninggalin komen, hehe.. ^^