Wednesday, 13 July 2011


Tapi kamu tetap diam meski aku sudah memuntahkan ratusan bahkan ribuan kata yang hanya membuat jeda ini semakin pengap. 
Begitu saja, dan aku akan melepaskan semuanya.
Jadi kamu bisa pergi...


dan aku hanya akan di sini, merebahkan punggungku yang lelah seharian melihatmu membisu.

Monday, 11 July 2011

[sederhana yang rumit]


Iseng-iseng buka lagi blog yang sudah amat sangat tidak terurus karena ditelantarkan pemiliknya yang tidak bertanggung jawab #nunjukdirisendiri. Dibaca-baca lagi, yah, emang hampir semua sama ma yang ada di note fb sih. Cumaaa, terus nemu satu tulisan yang agak beda versi dengan yang di note. Tulisan yang di note itu versi simpelnya, sedangkan yang di blog versi panjangnya. Saya menulis itu tanggal 22 Maret 2010, yap, sudah lebih dari setahun. Tulisan di note : [http://www.facebook.com/note.php?note_id=424036514618]

[sesederhana itu]
Ketika permintaan tentang "seseorang yang biasa saja dengan segelas air putih dan sebutir obat flu di tangannya" terdengar seperti konsep yang amat besar dan jauh,


maka apakah sepotong "hai" dari seberang sana juga merupakan keinginan yang berlebihan?


Ku mohon, jangan katakan "iya" sebagai jawaban dari pertanyaan sederhanaku ini...

Nah, tulisan yang di blog itu yang ini : [http://rosanakmami.blogspot.com/2010/03/seseorang-itu-kamu.html]

Seseorang itu Kamu

Ketika permintaan tentang "seseorang yang biasa saja dengan segelas air putih dan sebutir obat flu di tangannya" terdengar seperti konsep yang amat besar dan jauh,


maka apakah sepotong "hai" dari seberang sana juga merupakan keinginan yang berlebihan?


Ku mohon, jangan katakan "iya" sebagai jawaban dari pertanyaan sederhanaku ini...


Apakah ini berlebihan?
Bahkan mungkin memang seharusnya tak ku bayangkan?

Entah magnet apa yang selalu berhasil menarikku kembali untuk sekali lagi menggurat wajahmu di langit-langit kamarku.
Tanpa sadar ini sudah mulai menjadi kebiasaan ketika tubuhku mulai bosan dengan jadwal rutinnya.
Ketika tubuhku hanya ingin berlindung di bawah hangatnya selimut, yang terjadi malah aku mulai menorehkan garis dan lengkung di sudut dindingku yang masih kosong, yang kemudian garis dan lengkung itu merupa wajahmu.

Katakan padaku bahwa ini tidak berlebihan...

Bahwa aku sedang tidak berada dalam keadaan menuju ketidakwarasan permanen hanya karena aku menginginkan sepotong "hai" darimu.

Apakah itu jadi berlebihan?

Sungguh aku ingin mendengarnya dari mulutmu sendiri.

Suaramu yang entah sudah berapa abad absen dari ruang dengarku.

Ketika aku hanya ingin mendengarmu berceloteh tentang apa saja, apa saja, perkara tak penting sekalipun.
Yang seringnya hanya samar-samar ku simak, karena aku sibuk mengurai tiap bunyi yang keluar dari mulutmu.

Hanya mendengarmu bicara, membiarkan suaramu memenuhi ruang dengarku sedikit demi sedikit.

Karena ternyata ribuan wajahmu yang sudah terpeta jelas di tiap dinding dan langit-langit kamarku tak lagi cukup untuk membentuk wajah nyatamu yang tersenyum kepadaku seperti sore itu.

Karena ternyata memutar ulang rekaman suaramu ratusan kali bahkan aku sampai hapal tiap jedanya itu masih tak cukup mengobati kerinduan pendengaranku.

Jadi, ketika dirimu menjelma nyata di hadapku adalah sebuah konsep yang absurd,
apakah sepotong "hai" jadi begitu berlebihan??

Katakan padaku bahwa permintaanku ini tak berlebihan kepada seseorang yang selalu berpikir sederhana layaknya soal satu ditambah satu...

Beginikah sakit flu?

Atau aku hanya terlalu merindukanmu?

[hanya ocehan seseorang yang sedang terkena flu... (--") ]

Nah saat itu saya menulis tulisan di atas itu pada saat saya sedang flu dan sedang amat menginginkan seseorang itu untuk menyapa saya. Kenapa juga gak saya saja yang menyapa dia lebih dulu? Jawabannya simple, karena saya gak bisa menyapa dia lebih dulu. Alasannya gak bisa saya tulis di sini. Dan saya sengaja hanya menulis versi yang lebih simple di note, karena saya tahu seseorang itu gak akan pernah membuka blog saya, dan saya terlalu gengsi untuk membiarkan dia tahu versi aslinya.

Lalu, kenapa juga saya bahas lagi sekarang? Well, gak kenapa-kenapa sih.. Cuma saja saya jadi merasa de javu. Beberapa waktu lalu saya merasa ada dalam keadaan yang sama. Hanya bedanya kali ini saya gak lagi kena flu, cuma lagi ada masalah saja, masalah yang cukup bikin saya sedih. Dan saya benar-benar mengharapkan seseorang itu menyapa saya, sekedar sepotong ‘hai’ darinya yang ternyata sampai akhir tidak saya dapatkan.

Dan, well, seseorang itu bukan seseorang yang membuat saya menulis tulisan di atas. Seseorang yang ini bukan seseorang yang kemarin. Seorang yang beda. Hanya saja mengapa saya merasakan hal yang sama? Merasa amat membutuhkan dirinya bahkan hanya sekedar suara elektroniknya saja untuk sekedar membuat saya melupakan sedikit masalah saya. Seseorang yang saya harap bisa berkata “Semua bakal baik-baik aja kok, tenang aja….” kepada saya. Seseorang yang saya harap ada di situ untuk saya, yang meluangkan sedikit waktunya tanpa saya minta, untuk sekedar mengucapkan sekalimat klise tadi. Tapi, entah, mungkin saya memang sedang tidak beruntung, yang saya dapat hanya senyap.

Mungkin memang ternyata permintaan saya yang sederhana itu tak pernah sesederhana itu. Atau saya belum bisa menemukan ‘kamu’ yang bisa melihat bahwa permintaan saya yang sederhana itu memanglah sederhana dan bahkan tak perlu diminta. Karena mungkin, ‘kamu’-nya saya masih sebentuk variable yang masih selalu bisa digantikan dengan kamu-kamu yang lain seperti yang pernah saya tulis dalam salah satu ocehan saya yang lainnya.

Kalau begitu, saya ingin berharap lagi, ya saya memang tak pernah kapok untuk berharap karena dengan berharap maka saya bisa terus menjalani hidup dengan penuh, berharap agar saya bisa segera menemukan ‘kamu’. Yang dengan bersama ‘kamu’ segala ‘sederhana yang rumit ‘ itu bisa menjadi ‘sederhana yang sederhana’.

Entahlah. Saya jadi gak paham saya mau menulis apa. Cukup di sini saja lah.