Friday, 25 October 2013

Tak apa-apa jika pada akhirnya hanya kenangan yang aku punya.
Tak apa-apa jika pada akhirnya hanya kenangan yang tertinggal di sini.

Tak apa-apa.
Tak mengapa.

Pada akhirnya, tak masalah lagi.

Sunday, 20 October 2013

Well... goodbye, dear.

Kadang aku bertanya-tanya, pernahkah sekali saja aku melintas di pikiranmu? Sekali saja kamu menyingkirkan segala hal lain dan hanya menyisakan tentangku?

Tapi sepertinya aku tahu, kamu tak pernah, meski hanya sekali, memikirkanku.
Tak pernah, meski hanya sekali, peduli tentangku.

Bahkan ketika aku sudah meminta padamu. Harusnya aku memang tak pernah meminta. Tak pernah ingin. Tak pernah harap.

Mungkinkah bila aku pergi selamanya darimu, kemudian kamu akan peduli?

Ku rasa aku sudah tahu jawabannya.

Saturday, 12 October 2013

Nothing.

Harusnya aku memang tak perlu memaksa sejak awal.
Aku memaksakan segalanya. Segalanya yang pada akhirnya memang bukan apa-apa. Segalanya yang pada akhirnya memang sia-sia.

Pendar cahaya laptop masih terus menyinari wajahku yang sudah mulai bosan mengerjakan skripsi yang seharusnya sudah selesai sejak dua minggu lalu. Targetku mundur lagi. Pikiranku mencari-carimu lagi. Mataku masih terpaku pada kedip kursor yang entah bagaimana kuharap bisa memberitahuku tentang kamu.

Kamu. Yang selalu saja sesuka hatimu untuk datang dan pergi.
Kamu. Yang selalu saja sesuka hatimu untuk kembali lalu kemudian menghilang lagi.
Kamu. Yang selalu saja sesuka hatimu.

Sesuka hatimu.
Datang.
Lalu pergi.
Kembali.
Kemudian menghilang lagi.

Segalanya ini memang bukan apa-apa buatmu, kan?

It's nothing. Right?

Monday, 7 October 2013

What should i do?

Please tell me.

I dont know what i should do or whatsoever thing that i have to do to fix this.

I messed up everything.

What should i do?
Please tell me....

Sunday, 6 October 2013

Fate, destiny, journey, and us.

Do you believe in fate?
I do.

Aku sungguh percaya pada takdir yang berkelitan di tiap lapis detikan waktu. Waktuku, waktumu.
Aku sungguh percaya pada takdir yang seolah bermain-main, bersembunyi untuk kemudian mengagetkanku dengan tiba-tiba, membawa kejutan-kejutan yang selalu saja tak terduga.
Aku sungguh percaya pada takdir yang telah mempertemukan kita senja itu. Di kota kecil yang sama sekali tak menarik. Kota kecil yang mungkin tak akan ku pilih untuk menjadi tempat pertama kita bertemu seandainya aku boleh memilih. Kota kecil tempat segalanya bermula.

Aku percaya pada takdir yang mempertemukan kita pada satu kesempatan itu setelah jutaan kesempatan lain terlewatkan. Kesempatan yang kamu buat. Kesempatan yang aku amini. Membuatku bertanya-tanya hingga kini, bagaimana seandainya jika kamu tak membuat kesempatan itu untuk mungkin terjadi. Bagaimana seandainya aku tak lantas mengamini kesempatan itu agar benar-benar terjadi. Di sana lah takdir campur tangan. Takdir lah yang mempertemukan kita senja itu, dalam kesempatan yang kamu buat dan aku amini.

Aku sungguh percaya pada takdir. Takdir yang terus meronce satu demi satu dalam untaian detikan waktu. Waktuku, waktumu. Sehingga sejauh apapun kita mencoba memisahkan diri, seolah-olah kita adalah kutub magnet yang saling tarik menarik, kita pun berakhir bersama lagi.

Aku sungguh percaya pada takdir. Juga pada takdir yang memisahkan kita. Takdir yang menjadi dinding pemisah. Tinggi dan kokoh. Namun masih saja menyisakan jendela yang terkadang kita gunakan untuk tetap bertemu.

Aku percaya pada takdir. Seperti sekarang. Entah bagaimana, hatiku sepertinya tahu bahwa ini bukan saatnya, belum. Dan bukankah kamu yang selalu berkata "it's worth the wait"? Yah, tak perlu terburu-buru. Nikmati saja. Semoga takdir memberi kita kejutannya yang terbaik.

Do you believe in fate? I do. From the start til the end.

Bagaimana?

Bagaimana?
Bagaimana?
Dan bagaimana?

Bagaimana membuatmu tertawa?
Bagaimana membuatmu tersenyum?
Bagaimana membuatmu bahagia?

Pertanyaan-pertanyaan itu yang melulu berputar-putar di dalam kepalaku.

Mengapa begitu sulit membuatmu tertawa lepas? Membuatmu tersenyum? Membuatmu bahagia?

Seolah kamu memang sudah benar-benar mati rasa. Kehilangan seluruh perasaanmu. Semacam manusia tanpa hati. Seperti yang selalu kamu bilang.

Kalau sudah begitu lantas bagaimana?

Padahal aku hanya ingin membuatmu bahagia. Meski hanya sebentar saja. Tapi bagaimana?

Saturday, 5 October 2013

Seperti yang selalu....

Hari ini aku bahagia.
Bahagia yang seperti itu. Seperti yang kamu pernah tahu.

Hari ini aku bahagia.
Bahagia yang seperti itu. Seperti kembang api malam tahun baru yang pernah kita nikmati bersama. Semarak berwarna-warni.

Hari ini aku bahagia.
Bahagia yang seperti itu. Seperti gulali merah jambu yang pernah kamu belikan untukku di pasar malam entah kapan itu. Manis yang lembut.

Hari ini aku bahagia.
Bahagia yang seperti itu. Seperti lagu jazz yang selalu kamu putar berulang-ulang setiap malamnya. Merdu dan damai.

Hari ini aku bahagia.
Bahagia yang seperti itu. Seperti yang pernah kamu tahu.

Hari ini aku bahagia.
Meski semua orang mengatakan bahwa bahagiaku ini semu.

Hari ini aku bahagia.
Dan bila ini semu, mengapa hatiku mendadak merasa hangat? Kesemuankah ini? Atau bahagia?

Terserah lah.
Hari ini aku bahagia.