Kamu. Satu kali saja, hanya satu kali saja. Tak bisakah melupakan egomu satu kali saja?
Atau memang sudah tak relevan lagi dengan segala tentangmu? Begitukah?
Lagi-lagi langit menumpahkan seluruh muatannya hingga buncah kepada bumi. Seperti aku yang tak lagi mampu menahan seribu rasa yang terus mendobrak untuk keluar.
Lalu apa lagi yang bisa aku lakukan?
Seperti patung, aku hanya mampu membisu. Melihatmu terus berlari. Menelan segala tanya yang meruap memenuhi udara yang ku hirup hingga hampir mencekik tenggorokanku. Menahan bendungan asa yang kian lama semakin menggerogoti ulu hati. Bagaimanalah ini?
Seperti patung, aku takkan mampu bergeming. Memangnya aku punya pilihan? Sedang mereka tak lagi tahu yang ku tanggung seorang diri. Tidak juga denganmu.
Lalu apa lagi yang bisa aku lakukan?
Bila tanya yang lahir memang tak pernah membutuhkan jawab sejak awal mula, lalu aku bisa apa?
Bila hati yang melahirkannya pun melulu menutup diri dari segala jawab yang mungkin ada, lalu aku bisa apa?
Mengapa tak kau sudahi saja? Toh hanya membuat air semakin keruh padahal sedari kemarin aku sudah menahan diriku untuk tak lagi melemparkan apapun ke dalam sungai itu.
Lagipula, aku masih tahu jalan pulang. Entahlah denganmu. Atau mereka.
****
Hei, kamu.
Segini saja cukup?
Atau kamu masih inginkan lagi?
Lagi-lagi aku merindukanmu. Dalam diam.
Padahal aku sudah bertekad untuk bisa melepaskanmu. Nyatanya, alih-alih ikhlas melepaskanmu, kamu malah tak pernah absen menjumpaiku dalam alam mimpi. Tak tanggung-tanggung, kamu datang setiap malam.
Sedang kamu, masih saja tak bergeming di sana. Lupa bahwa aku masih ada di sini atau memang tak lagi peduli? Harus berapa kali ku tulis kalimat yang itu-itu juga hanya supaya aku sadar bahwa aku memang tidak sepenting itu buatmu. Mengapa aku begitu menutup mata dan telinga?
Mengapa aku begitu membutakan diriku sendiri?
Mengapa?