Thursday, 24 June 2010
Il N'y a Pas Parfait, Calista..
“Kita langsung ketemu di sana aja, Mas.. Maaf, hari ini hectic banget. Si bos juga dari pagi marah-marah terus. Iya, hu um.. Ya udah, sampe ketemu, Mas.” Calista buru-buru memutuskan sambungan telponnya dengan Arya. Memasukkannya ke dalam tas kemudian secepat kilat berjalan ke basement kantor. Tak sampai lima menit, jazz putih sudah melaju di jalan Thamrin yang tak begitu lengang siang ini.
Arya, laki-laki yang dekat dengan Calista dua tahun terakhir ini. Awalnya mereka bertemu dalam suatu wawancara. Ketika itu Calista ditugaskan untuk mewawancara seorang eksekutif muda yang sedang naik daun. Seorang Raden Mas Arya Hadiningrat, keturunan priyayi dari Jogja yang sejak awal memang sudah terlihat bakat kecemerlangannya dalam bisnis property yang sekarang sudah sukses mendirikan gedung-gedung pencakar langit juga entah berapa perumahan mewah di kawasan elit kota metropolitan.
Awalnya wawancara itu berjalan formal, tapi ketika sekretaris Arya memberitahukan bahwa penerbangan Arya ditunda karena alasan cuaca buruk karena hujan begitu deras ditambah dengan petir. Saat itulah sepertinya langit beserta semesta memang berkonspirasi menciptakan cuaca buruk agar mereka dapat saling mengenal dalam arti berbeda.
“Yah, biasalah, hujan badai… Hujan, kenapa juga harus mengeluh karena hujan? Hujan itu karunia. Tak patut kita mengeluh atas penerbangan yang tertunda karena alasan cuaca buruk. Bukan begitu, nona.. nona Calista?” kata Arya menanggapi pemberitahuan sekretarisnya tadi sambil membaca kartu pers yang tadi memang diberikan oleh Calista sebelum wawancara.
“Yap, saya setuju sekali. Hujan itu karunia. Buat saya, suara rinai hujan adalah melodi yang terindah..” kalimat Calista menggantung di udara, sepersekian detik Arya menahan napas untuk kemudian berkata kaget.
“Kamu? Kok? Kamu tahu darimana kalimat itu? Sama persis dengan yang selama ini saya rasa. Jutaan rinai hujan yang jatuh adalah melodi paling indah, selain suara debur ombak. Haha.. kok saya malah jadi sok romantis begini?”
“Hmm.. kebetulan mungkin? Karena saya juga suka banget sama hujan dan laut.” jawab Calista ringan. Setelah itu wawancara mereka jadi santai dan menyenangkan. Berbincang tentang berbagai hal. Tentang tulis-menulis, karena ternyata hobi mereka sama, sama-sama keranjingan membaca novel dan karya sastra para pujangga, sama-sama suka menulis. Betapa kagetnya Calista ketika mengetahui hal ini, sesuatu yang masyarakat umum tidak tahu, kenyataan bahwa Arya yang selalu serius -eksekutif muda yang sukses di bisnis property- itu adalah seorang pujangga yang romantis.
Yang terjadi berikutnya adalah mereka jadi mulai rutin bertemu. Berbincang tentang banyak hal yang Arya tak bisa lakukan dengan orang lain. Seolah Arya menemukan spesies sejenisnya yang punya bahasa yang sama dengannya. Calista. Ya, Calista selalu bercerita tentang cita-cita menjadi seorang penulis novel tapi malah jadi wartawan majalah bisnis ekonomi. Berbincang tentang sastra dan segala pernak-perniknya. Arya yang ternyata jauh lebih romantis dari yang bisa dibayangkan oleh Calista. Arya yang begitu tahu bagaimana memperlakukan seorang wanita dengan penuh hormat dan penghargaan.
Calista tersadar dari lamunannya, sudah hampir sampai di tempat janjian dengan Arya. Tempat makan ice cream favorit mereka berdua yang terletak di sekitar Monas. Calista tersenyum tipis mengingat bahwa Arya belum pernah masuk ke dalam Monas sampai akhirnya bertemu dengannya. Dan ya, dialah yang menjadi guide bagi Arya mengelilingi Monas, melihat diorama-diorama sejarah Indonesia, sampai mencoba teropong koin yang terletak di lantai puncak Monas, menikamati pemandangan di bawah yang sejauh mata memandang begitu banyak bangunan-bangunan. Bangunan pencakar gedung maupun perumahan, dari yang paling mewah sampai yang paling kumuh. Saat itu lah Calista tak sengaja berkata kalau dirinya amat menginginkan teropong bintang.
Ya, Arya memberinya surprise berupa sebuah candle light dinner yang amat romantis dan juga kado ulang tahun berupa teropong bintang yang sungguh-sungguh membuat Calista terkejut. Belum habis rasa kagetnya, Arya malah menyodorkan kotak biru laut, kain beludrunya terasa amat halus di tangan Calista. Bukan kotak itu yang membuatnya terkejut, tapi yang ada di dalamnya. Sebuah cincin bermata satu, mata yang berkilau amat cemerlang. Cincin yang sampai sekarang, hampir tiga minggu sejak hari itu, masih tersimpan rapi di kotaknya di laci lemari Calista.
“Calista.. kamu mau pesen apa? Aku udah pesen..” sambut Arya ketika Calista sampai dan duduk di hadapannya. Arya sudah sampai sekitar limabelas menit lalu, di tempat makan ice cream yang konon katanya sudah berdiri sejak tahun 1932 itu.
“Yang biasa aja ya, pak..” kata Calista ramah pada bapak pelayan yang memang sudah cukup mengenalnya karena saking seringnya mereka berdua makan ice cream disitu. Tak ada perbincangan serius selama lima menit pertama mereka bertemu siang ini. Sampai setelah pelayan yang membawakan semangkuk banana split, semangkuk spaghetti ice cream, dan dua gelas air putih dingin kembali ke dalam.
“Bulan depan aku harus pulang, Cal… Bapak dan ibu terus mendesakku. Umurku sekarang sudah tigapuluhsatu, seharusnya aku sudah lama memberikan cucu untuk beliau. Kamu.. Kamu masih belum bisa ambil keputusan?” Arya langsung saja memberondong Calista dengan berbagai pertanyaan setelah lima menit lagi berlalu dalam hening. Calista yang sedari tadi sudah tidak konsentrasi meski seenak apapun ice cream yang ada di hadapannya terpaksa menoleh lemah ke arah Arya.
“Cincinnya… cincinnya gak dipake, Cal?” lagi-lagi Arya bertanya putus asa.
“Mas… boleh aku minta sesuatu?” Calista malah balik bertanya lemah walau tak bermaksud mengalihkan arah pembicaraan.
“Apa? Ngomong aja..” Arya yang memang hanya mengaduk-aduk ice creamnya kini berhenti, menatap lurus pada Calista yang malah tertunduk di hadapannya.
“Biarkan aku sendiri dulu. Aku harus mikirin ini dengan tenang. Maaf. Tapi aku emang gak bisa janjiin apa-apa sama Mas..” Calista menghela nafas seolah baru saja melepaskan beban berat dari punggungnya. Tak kuat menatap balik teduhnya tatapan Arya. Arya yang begitu baik selama ini. Temannya berbagi mimpi, yang mengerti tiap kalimat absurdnya, yang selalu antusias membaca tiap tulisannya.
“Ice creamnya diabisin, Cal…” Arya tak menjawab apa-apa, hanya tersenyum menenangkan. Tak perlu ada yang dijawab. Dia sudah tahu, tahu sejak awal. Yah, perkara ini seharusnya cukup sederhana. Dia mencintai gadis yang ada dihadapannya kini. Hanya butuh anggukan ikhlas dari gadis itu, maka semua akan menjadi sesederhana itu. Tapi ternyata perkara ini sama sekali tak sesederhana itu untuk gadis ini. Perkara ini sungguh rumit bagi Calista, amat rumit.
*****
P.S.: Nah ini part dua-nya, lanjutan dari yang part satu kemarin. Selamat membaca,, ^^
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
maaf gak ngikutin ceritanya...
ReplyDeletekomen picnya, itu bubur ayam? jadi laper...
ini cuma tiga part kok, mbak..
ReplyDeleteini part kedua ^^
itu ice cream spaghetti, mbak.
enak looh, heheu... :ok
comment oicnya juga deh...
ReplyDelete@.@ nice keliatannya thu..
pengen dunkk.. @.@
Haduuh,,bkin penasaran aja niy...
ReplyDeleteTpi ak jg pengen spagheti ice cream nya..hehe
Calista mikir apalagi seh? kayaknya gak cinta deh dia, atau si arya ketuaan bagi dia ? entahlah hanya rosa yg tau hehehe
ReplyDeleteSukaaa sama lanjutannyaaaa... :D
ReplyDeleteElok follow aaah... follow back iaah mbaaa... ^_____^
aku minta es klimnya juga klo gt heheh
ReplyDeleteitu ice cream ya? sori kirain bubur, bis gede banget :ok
ReplyDeleteditunggu lagi kelanjutannya...^^
ReplyDeletehayuk ke ragusa.. hihihi
Pengeeeen ice cream yang digambar ituuuuuu... J:P
ReplyDeleteAdduuuuuuh makin penasaraaaan...! :x
penasarann.....pengen ngerasain ice cream di picnya itu hehehehe
ReplyDeleteitu ice cream di ragusa, hehe,,
ReplyDeletebener tuh mbak aishi.
emang gede banget, semangkok gitu, mantappp deh kalo makan itu.
yuk kapan2 kita reramean ke ragusa deh tu trus kita main di monas :D
huwaaaa seru kayaknya, heheu...
waaa.. jadi pengen ke ragusa lagi.. hehehe,..
ReplyDeleteduh, penasaran nih sama lanjutannya,,, besok harus diposting ya.,, :?
pengen makan ituuuuuu :B)
ReplyDeleteakhirnya ada kelanjutannya juga. kirain gag ada..
ReplyDelete#-0
masih pagi ach masa disuruh makan es krim, aya-aya wae. kaLo saya atit iyut, ros mau tannggung jawab?!. kaLo di kasih cincin enggak apa-apa, hehehe... piss ach.
ReplyDeleteLanjutiiiiin....
Maap yah Say baru sempat mampir kesini lagi. Cerpen yang bagus. Ditunggu kelanjutannya :-)
ReplyDeleteBtw blog dirimyu udah gw link :-)
Oya, dirimyu kerja dimana toh? Bogor wokeh juga ko banyak tempat pelesirnya. Jadi kangen gw ama roti unyil yang mahal itu (gila secuil sekarang harganya sebiji seribu lebih yah katanya??)
Mengapa Calista bingung ya..? Bukankah dia juga suka dg Arya dan Arya sangat baik dan sayang padanya..? Gak sabar nunggu bagian ketiganya nih.
ReplyDeleteoh iya ak tinggal di tangerang
ReplyDeleteitu yg difoto ak disawah, itu di sumedang pas lebaran tahun lalu kerumah kakeknya abi hehhe :p
pengen liat kelanjutannya lagiii ^_____^
btw gambarnya Ice Cream Spagetthi I Like it :D
Wah masih Ng'gantung nie endingnya......masih satu part lagi ya???? D'tgu,
ReplyDeletenice post
ReplyDeleteenak ni..
duh malah jadi fokus ke ice creamnya hihi :B) ayo lanjutan part terakhirnya ditunggu.
ReplyDelete