Wednesday, 16 June 2010

Setangkai Lili Untuk Aishi

Aishi berjalan anggun menuju panggung kecil tempat para pemain musik beserta bandnya serta penyanyi ataupun tamu undangan yang ingin sekedar memberikan kado untuk kedua mempelai berupa lagu. Gaun putih panjangnya membuat Aishi jadi terlihat anggun sekali malam ini, malam pernikahan Rei dan Risya. Ya, Aishi sudah bertekad untuk memaksakan kakinya melangkah ke gedung mewah tempat resepsi penikahan mereka malam ini.

Aishi berdiri di atas panggung masih dengan amat anggunnya, melihat ke sekitar, memberi seulas senyum manis, senyum yang tak dipaksakan, sungguh. Aishi sungguhan tersenyum tulus untuk kedua mempelai dan untuk menyapa para tamu undangan.

“Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat berbahagia untuk kedua mempelai, Rei dan Risya, semoga kebaikan dan kebahagiaan selalu menyertai kalian berdua.”

Setelah mengucapkan selamat kemudian mengangguk takzim pada semua yang ada di aula, Aishi mulai mengangkat biola ke bahunya. Berhenti sejenak, menutup matanya, entah mungkin berdoa dalam hati. Sebentar saja kemudian Aishi mulai memainkan biolanya. Gesekan demi gesekan mengalun indah memenuhi aula gedung mewah itu. Para tamu undangan terkesima demi mendengarkan gesekan merdu yang dimainkan Aishi. Lagu itu khusus dimainkan oleh Aishi hanya untuk kedua mempelai yang amat berbahagia malam ini, malam pernikahan mereka. Lihat lah, betapa Risya amat cantik malam ini, dibalut kebaya putih gading dengan payet-payet emas buatan perancang busana ternama, selain itu juga karena wajah Risya memang cantik, senyum manis yang menambah kecantikannya tak lelah tersungging sejak pagi tadi. Rei yang gagah meski tak begitu tampan, ah iya ini bukan lah cerita dongeng dimana sang pangeran harus selalu tampan, sejak tadi tak bosan menggenggam jemari Risya yang bersanding di sebelahnya. Sungguh, mungkin dewa dewi pun iri melihat kemesraan mereka berdua. Betapa serasinya pasangan ini, kedua mempelai yang sedang dimabuk cinta. Sempurna. Sesempurna lagu yang yang sedang dimainkan Aishi di hadapan kurang lebih seribu undangan.

Sempurna, ya, Aishi memang membawakan lagu “Sempurna” milik Andra and The Backbone. Lagu yang indah, lagu yang pernah amat menggetarkan hatinya saat seseorang itu menyanyikannya dengan tatapan mata yang penuh cinta kepadanya meski suaranya jauh dari bagus. Lagu yang selalu Aishi minta untuk dinyanyikan tiap kali bulan menutup hari, pengantar tidur, nina bobonya selama tiga tahun. Lagu kenangan Aishi dan seseorang itu.

Aishi mengakhiri gesekan merdunya, selesai sudah lagu yang dengan susah payah dia mainkan. Memainkannya dengan penuh perasaan sembari menahan bening kristal di matanya yang sedari tadi mendesak ingin tumpah. Memainkannya dengan tulus sembari membujuk hatinya sendiri agar tidak berteriak kalap di dalam sana, karena teriakan-teriakan di dalam kepalanya saja sudah cukup ramai. Memainkannya dengan cinta, cintanya yang begitu besar yang mungkin setelah lagu ini selesai cintanya itu bisa berkurang sedikit saja. Sedikit saja, tak perlu banyak-banyak. Biarlah, perlahan saja, sedikit-sedikit bila memang tak bisa membumihanguskannya sekaligus.

Aishi membungkuk memberi hormat pada kedua mempelai, keluarga mempelai, dan tamu undangan. Memasukkan biola kesayangannya ke dalam tasnya. Kemudian segera turun dari panggung kecil itu. Melangkah menuju Dylan yang sudah menunggunya sejak tadi. Dylan memang sengaja menemani Aishi datang ke resepsi. Dylan, sahabat sekaligus kakak yang kadang kelewat baik kepada Aishi, takkan pernah tega membiarkan Aishi datang sendirian malam ini.

“Minum dulu, Ai..” sapa Dylan sambil menyerahkan segelas sirup dingin pada Aishi, yang diajak bicara hanya menerima pasrah.

“Diminum dulu, Ai… Jangan dipegangin aja. Tadi bagus banget… Kamu hebat…” Dylan menyikut Aishi yang malah mulai melamun.

“Aku mau pulang, aku capek, Dy.” jawab Aishi sambil meneguk sirup yang diberikan Dylan barusan, bukan karena haus tapi lebih kepada ingin menghargai Dylan saja.

“Oke, kita pamit dulu ya. Kamu gak mau khan pulang gitu aja tanpa pamitan. That’s so not you, Ai..” Aishi hanya mengangguk lemah, ingin cepat-cepat pergi dari tempat itu. Rasanya sesak sekali, mungkin dia bahkan bisa meledak bila lebih lama lagi di tempat itu. Dylan menggamit lengan Aishi yang menurut saja, menyalami kedua mempelai seraya mengucap pamitan. Berbasa-basi harus buru-buru karena ada acara lain yang harus dihadiri ketika Rei menanyakan mengapa pulang cepat-cepat. Aishi hanya mengangguk dan balas tersenyum ketika kedua mempelai mengucapkan terima kasih, terima kasih karena dirinya telah hadir dan memberikan kado yang indah lewat lagu yang dimainkan tadi.

Tak sampai dua menit mereka sudah ada di halaman parkir gedung. Dylan buru-buru membukakan pintu untuk Aishi yang kemudian langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas empuknya jok mobil. Dylan langsung menjalankan mesin mobilnya, melaju di tengah lengangnya jalan raya kota pelajar itu. Angin malam membelai lembut keduanya. Biasanya Aishi paling suka sensasi terkena angin malam saat Dylan ngebut dengan mobil kesayangannya itu, Mercedes Benz E-Class Cabriolet yang baru dibelinya setahun lalu. Hanya saja malam ini Aishi sedang tidak berselera untuk berdiri menantang angin yang menerjangnya, lagi pula Dylan juga tidak sedang ngebut.

“Mau kemana, Ai?” tanya Dylan ragu. Yang ditanya hanya diam saja. Alih-alih menjawab Aishi malah memalingkan muka ke samping, mencoba menikmati pemandangan kota di malam hari. Dylan yang merasa tak membutuhkan jawaban langsung melajukan mobilnya ke tempat itu. Tempat yang tidak bisa ditolak oleh Aishi, pantai. Yah, gadis itu selalu suka pantai, kemana saja dia pergi dia pasti akan mencari pantai. Entah apa yang membuat Aishi tergila-gila dengan pantai. Seolah baginya berkeliling dan datang ke berbagai tempat hanya untuk mencari pantainya saja.

“Ai, turun yuk….” Dylan lembut menyentuh pundak Aishi yang masih saja melamun. Seolah baru saja terbangun dari tidur, Aishi kaget karena tiba-tiba saja dirinya sudah ada di depan pantai Depok. Pantai yang sebenarnya sudah sangat sering mereka kunjungi, sampai-sampai beberapa pedagang di sekitar pantai itu sudah kenal dengan mereka. Ya, itu karena Aishi yang amat suka pantai. Dan mereka memilih pantai ini dibandingkan pantai Parangtritis. Karena meskipun pantai Parangtritis jauh lebih bagus dengan jarak tempuh yang sama ketimbang pantai Depok, tapi pantai ini tidak begitu ramai oleh pengunjung. Dan itulah yang dicari oleh Aishi, suasana yang tenang, mendengarkan ombak yang berlarian menuju pantai.

“Kok kita ke sini, Dy?” tanya Aishi polos sambil melihat kepada Dylan yang malah tersenyum.

“Tadi kamu kutanyain mau kemana, tapi diem aja, sibuk banget liatin jalanan sampe-sampe aku dicuekin, hehe. Jadi ya udah, ku ajak aja ke sini. Eh atau kamu mau kita pulang aja?” Dylan buru-buru memberi penjelasan sebelum Aishi tambah bingung.

“Maaf, Dy. Aku lagi gak konsen. Gak, di sini aja dulu sebentar. Lagian besok khan libur.” jawab Aishi sambil melangkah ke arah pantai, lebih dekat ke laut. Gaun putihnya terseret sepanjang pantai, membuat bagian bawahnya kotor oleh pasir.

“Makasih ya, Dy…” kata Aishi sambil duduk di atas pasir, kali ini tersenyum pada Dylan yang juga ikutan duduk di sebelahnya.

“Never mind, Ai…” balas Dylan pendek. Lama mereka hanya diam dalam hening. Hanya membiarkan ombak yang saling berkejaran sesekali membasahi kedua kaki mereka yang terjulur. Gaun putih Aishi kini sudah kotor tak karuan oleh pasir, namun si empunya seperti tak peduli. Malah asik menikmati gelitikan sisa-sisa ombak. Terdiam, menghela nafas, terdiam lagi, menghela nafas lagi.

“Satu setengah tahun lagi itu masih terlalu lama kah, Dy?” tanya Aishi yang lebih tertuju pada laut yang ada di depannya ketimbang pada orang yang disebut barusan. Dylan yang ditanya seperti itu juga tahu kalau pertanyaan itu tak membutuhkan jawaban. Dylan persis tahu mengapa Aishi bertanya seperti itu. Seharusnya satu setengah tahun lagi merupakan hari yang ditunggu Aishi. Iya, setahun lalu Aishi dan Rei sudah sepakat akan melangsungkan pernikahan dua tahun lagi. Tepat setelah Aishi menyelesaikan kuliah dan koas-nya. Tapi apa daya, hati Rei malah menelikung tajam pada Risya, rekan kerjanya yang baru saja bergabung di perusahaan tempat Rei bekerja enam bulan lalu.

“Tiga tahunku sama dengan tiga bulannya Risya, Dy. Dia mengambil semuanya hanya dalam waktu tiga bulan….” lirih Aishi lemah. Demi menahan luruhnya lapisan bening yang membuat matanya perih, Aishi melihat ke langit, mencoba mencari bulan yang kian menyabit tajam. Namun sayang sekali, sepertinya langitpun ikut bersedih, awan hitam menggelayut di sehamparan langit malam yang pekat. Tak ada bintang. Tak juga bulan.

“Kamu boleh nangis kok, Ai…” Dylan yang sedari tadi hanya diam dan mendengarkan akhirnya bicara juga. Dylan juga tahu soal itu, bagaimana tiba-tiba Rei memutuskan hubungan dengan Aishi, begitu saja setelah tiga tahun lebih, dan seminggu kemudian Rei tak tanggung-tanggung malah mempublikasikan hubungannya dengan Risya. Semudah itu membalikkan hati. Risya yang bahkan baru dikenal Rei.

“Entah lah. Mungkin seharusnya aku tak perlu menangis. Airmataku sudah lama kering. Lagipula, untuk apa? Hanya saja, dia sudah berjanji padaku, Dy. Tak bisakah dia menungguku sebentar saja? Padahal kami udah sepakat. Aku harus menyelesaikan kuliahku dulu. Setelah ini aku khan bisa ikut kemana aja dia pergi. Aku…” isak Aishi pelan.

Pecah sudah, pertahanan Aishi runtuh sudah. Airmatanya berebutan ingin keluar lebih dulu. Tak ada lagi airmata yang mampu ditahan oleh gadis itu. Perih hati selama lima bulan terakhir yang harus ditanggungnya sendiri meledak sudah. Malam-malam penuh isak tangis. Terlebih malam itu. Bukan, bukan malam ketika Rei memutuskan hubungan mereka, tapi malam ketika Rei menelponnya untuk memberi tahu bahwa dia dan Risya akan menikah. Pukul tiga pagi tepatnya. Entah apa yang membuatnya belum memejamkan mata sampai selarut itu. Sampai kemudian Rei malah menelponnya hanya untuk membuatnya menangis diam-diam sekali lagi, menangis tanpa suara agar Rei tak mendengarnya. Rei tak pernah tahu kalau malam itu Aishi menangis sampai selepas subuh. Rei tak pernah tahu kalau mata Aishi bengkak hampir seperti mata kodok, habis-habisan menangisi puing-puing yang berserakan.

Demi melihat Aishi yang menangis tersedu-sedan begitu, Dylan memberi saputangannya. Saputangan yang disulam sendiri oleh Aishi untuk kemudian diberikan padanya sebagai kado ulang tahunnya tahun lalu. Saputangan bersulam setangkai easter lili yang amat cantik. Rasanya ingin sekali Dylan bisa mengambil gelayut kesedihan di hati gadis itu, membuangnya jauh-jauh. Jauh dari Aishi.

“Makasih, Dy.. Eh.. kamu masih simpen ini?” tanya Aishi melihat saputangan itu.

“Hehe.. masih dong, nona. Jarang-jarang kamu ngasih kado, nona pelittt….” jawab Dylan sambil menggoda Aishi.

“Bukannya kamu ya yang gak pernah kasih aku kado? Dasar…” Aishi kembali memalingkan wajahnya, melihat ke depan, entah melihat pada laut atau kah hanya sekedar menjatuhkan pandangan pada apa saja yang ada.

“Kamu tahu, Ai? Rei emang gak pantes buat kamu. Kamu berhak ngedapetin seribu kali lipat yang lebih baik dibandingkan dia. Aku gak bercanda. You deserve better, much better, than him, dear lady…” Dylan mengatakannya dengan sungguh-sungguh meski tak langsung menatap mata Aishi. Aishi hanya menghela nafas, berharap dengan begitu sesak di hatinya berkurang sedikit. Setelahnya mereka hanya saling diam. Sama-sama melihat ke depan, menikmati laut dan debur ombak.

“Kamu tahu gak, Dy, kenapa aku suka banget laut?” tanya Aishi tiba-tiba, memecahkan hening yang menggantung di antara mereka sejak sepuluh menit lalu.

“Kenapa? Bukan karena kamu titisan Nyi Roro Kidul si Ratu Pantai Selatan khan?” Dylan balik bertanya jahil.

“Dylaaaannn! Jahat! Masa’ aku dibilang titisan Nyi Roro Kidul sih? Aku khan titisan Roro Jongrang. Haha9.” balas Aishi sambil tertawa.

“Hoooo, kamu gak cukup cantik sampe bisa bikin seorang pangeran rela ngebuatin seribu candi dalam semalaaaaam…” Dylan malah semakin meledek Aishi yang sekarang sudah menggelitiki Dylan tanpa ampun.

“Ampun, Ai. Ampun. Iya iya, kamu gak cukup cantik, tapi kamu cantik banget.”
jerit Dylan yang sudah tidak tahan dengan kelitikan super ampuh dari Aishi. Satu-satunya keburukan gadis yang ada di sebelahnya itu yaitu kebiasaannya yang selalu menggelitiki Dylan tiap kali diledek.

“Makanya jangan rese...”

“Beli jagung bakar yuk, Ai.. Aku laper. Tadi kita sama sekali gak makan loh… Ah sayang banget deh, padahal makanannya enak-enak tuh tadi. Kamu sihhh… buru-buru ngajak pulang..” ajak Dylan sambil berpura-pura kelaperan dan memasang wajah memelas.

“Dasarrrrr aja kamu yang emang doyan makan. Lagian lebih enak makan jagung bakar ples es kelapa muda di sini kok dibanding tadi di sana. Ya udah yuk ah, aku juga laper.”
sahut Aishi sambil bergegas bangun. Gaun putihnya sudah sempurna kotor di banyak bagian, sanggulan rambutnya juga sudah sejak tadi dilepas, Aishi lebih suka membiarkan rambutnya tergerai dikecup sejuknya angin malam. Dylan ikut berdiri, menepuk-nepuk berusaha membersihkan pasir yang menempel di celananya. Padahal Aishi cuek saja dengan pasir yang menempel di gaun putihnya.

“Ai,, berjanjilah.. berjanjilah pada dirimu sendiri, bukan, bukan berjanji padaku, tapi pada dirimu sendiri.. kamu gak akan pernah lagi menangisi Rei. Laki-laki itu gak pantas kamu tangisin begitu. Dia gak cukup worth it untuk kamu tangisin. Sekali dia gak worth it, selamanya dia gak akan pernah worth it. Nanti akan ada seseorang, seseorang yang memang diciptakan hanya untuk kamu. Kamu hanya butuh percaya dengan semua takdir yang udah Dia tuliskan untuk kamu.”
Dylan memegang lengan Aishi sambil menatap matanya yang bengkak.

“Aku… aku gak bisa janji, Dy. Tapi aku akan selalu berusaha untuk inget kata-katamu tadi. Ya, I deserve better, much better than him. Ya, dia gak cukup worth it untuk ku tangisin. Dia bahkan gak cukup worth it untuk ku perjuangin waktu itu. Itu kenapa aku gak pernah berusaha untuk pertahanin dia. Ya, karena dia gak cukup worth it buatku. Gak kemarin, gak sekarang, gak besok, gak juga untuk entah berapa tahun lagi.” jawab Aishi tegas.

“Sip…” sahut Dylan pendek sambil mulai berjalan.

“Dy..” panggil Aishi pelan, menghentikan langkahnya.

“Ya?” Dylan ikutan berhenti.

“Makasih ya…” Aishi tersenyum, kali ini senyumnya sudah kembali, senyum matahari terbit.


P.S.: Cerita ini, yeah, jujur kali ini cerpen saya ini emang diinspirasi dari sebuah kisah nyata. Ada dua kejadian yang hampir mirip dengan cerpen saya ini yang pernah saya lihat [lihat lohhh bukan alami, ngakngak]. Trus trus gimana tuh dua orang gadis yang sama-sama diputusin trus ditinggalin nikah itu? Well, setau saya sih, setau saya loh yaaaa, yang satu orang sih udah baik-baik aja, hidupnya berjalan normal dan indah, sedangkan gadis yang satunya lagi saya kurang tau sih, tapi semoga sama baiknya dengan gadis yang pertama saya sebut tadi.

Hmmm, pesan saya[jiyaaah pesannn, kek apa aja dahhh..] buat para pria ya [ish pria, biasanya cecowo, heheu], kalo kalian emang serius dengan seorang gadis, pegang lah kata-kata kalian itu. Kalo emang ternyata kalian belum bisa yakin dan serius dengan gadis itu [masih berkemungkinan besar beralih pada hati yang lain], janganlah kalian ucapin janji-janji manis yang kadang kelewat muluk. Jangan pernah mengatakan "kau adalah darahku, kau adalah jantungku, kau adalah hidupku, dan seterusnya seterusnya seterusnya" karena sungguh kalian ternyata masih bisa hidup tanpa kekasih kalian itu khan, bahkan dengan mudahnya beralih pada gadis lainnya. Jangan. Jangan sekali-sekali. Karena sungguh, itu akan membuat gadis kalian itu sakit, sakit hati yang teramat dalam.

Dan untuk para gadis, well, jangan terlalu mudah percaya pada perkataan pacar atau kekasih atau tunangan atau apalah pria yang ada di dekat kalian itu. Ada kalimat yang bilang bahwa "Semua perkataan seorang pria sudah tidak berlaku lagi setelah tujuh hari". Jadi, kalo emang belum sungguhan ya itu ijab kabul diucapin, item di atas putih buku nikah itu tandatangannya, jangan mau deh percaya. Yah boleh sih percaya, tapi dikit, dikit aja. Serius ini [heheu].

Yah bisa juga sih kata-kata di atas dibalik, jadi yang untuk para pria juga bisa untuk para gadis, juga sebaliknya. Karena banyak juga gadis yang beralih hati dengan mudah, dengan berbagai alasan yang kadang gak masuk di akal dan logika. Well, intinya, jangan pernah menyerahkan hatimu sepenuhnya pada orang yang "belum jelas". Patah hati khan sakit. Heheu.. ;)

Oh yaaa, makasi ya buat mbak Aishi Lely yang udah bolehin pake nicknamenya untuk cerpen saya kali ini, heheu.. Tapi tenang, ini bukan kisahnya mbak Aishi Lely kok, temen-temen. Kalo mbak Aishi Lely khan kisahnya manis banget tuh sama hubby tercinta, hehe.. Iya khan, mbak? ;)

27 comments:

  1. Jadi sedih Mbaca ini, teringat mantan... :0)

    ReplyDelete
  2. sudah kubaca...^^ hehehe tapi yg biola tuh bener loh aku pernah belajar..tapi lagunya menghitung hari-KD hahahaha
    rossssssss....dapet kata2 dari mana tuh..kamus besar apa..hihi bikin ketawa ngakak "Semua perkataan seorang pria sudah tidak berlaku lagi setelah tujuh hari".

    ReplyDelete
  3. Hiks... iya ceritanya menyentuh. Dia tegar banget masih mau ngehadirin resepsi pernikahannya :((

    ReplyDelete
  4. kirain aishi ntu aisha life line mbak... he
    bagus cerpennya...
    salute...

    ReplyDelete
  5. khamdulillah belum pernah patah hati neh, hatinya udah hilang... ;-D

    ReplyDelete
  6. kisah nyata yah??!
    keren tuh, bisa difilmkan.. hoho

    ReplyDelete
  7. si mbak ih :) jadi penasaran siapa yang di unpolooo jahat gak mau bilang

    ReplyDelete
  8. udah jangan mewek cep...cep...cep.
    dari kemarin juga award udah di gemboL tapi sabar dong kan postinga award kemarin versi si kembar jadi harus dipisahin sama award yang dari ros, nti kaLo si kembarnya marah karena merasa ada yang nyama-nyamain gimana?, hehehe...
    mudah-mudahan daLam waktu dekat sudah bisa diposting, soaLnya yang itu aja nongkrong duLu di daftar antrian sekitar 1 minggu. kaLo yang ini bisa nunggu sekitar 1 tahunan deh. wkwkwkwwkwk...
    -----------
    busyet deh, kaLo baca postingan ini bisa butuh waktu 1 maLam baru seLesai bacanya. wkwkwwk...
    bacanya besok aja yah ros, soaLnya akyu udah nguantuk sangat nih. kaLo enggak postingannya direkam aja ke winamp jadi kan enak tuh kaya dengat dongeng sebeLum tidur, huehehehehe... piss ach.
    seLamat istirahat aja yah.

    ReplyDelete
  9. Hi Mba, salam kenal yah. Bagus banget cerpennya. Untungnya saya ga ngalamin yang kaya begini hehehe.

    Btw boleh di link ga blognya?

    Oya, kalo sempat mampir yah ke rumah keluargazulfadhli. Thanks :-)

    ReplyDelete
  10. So saad...
    Ya ampyuun,jangan sampe ak ngalamin kaya gtu...

    ReplyDelete
  11. Ceritanya bagus... aku ampe serius banget bacanya. Pengen deh bisa nulis cerpen spt ini, tapi gak pernah berhasil... :(

    ReplyDelete
  12. Pesan2nya bagus juga tuh utk diikuti..
    Intinya sih jangan sampai melukai hati orang lain lah.., apalagi orang yg kita cintai.
    Jangan pula berkhianat dan ingkar janji...

    ReplyDelete
  13. Wah suka bikin cerpen juga ya :) bagus lagi, terus menulis ya :)

    ReplyDelete
  14. boleh ya aku copy and disimpen di harddisk aku... buat koleksi... hehehe...:thx

    ReplyDelete
  15. kasihan yah
    jahat ah pacalnya
    untung Si Aishin ga jadi nikah ma cowo itu, buaya darat gampang jatuh cinta hehehe

    oh iya ada award buat kamu
    http://riaadria.blogspot.com/2010/06/my-restaurant.html
    disave yah

    ReplyDelete
  16. nice, cerpennya touchy,,

    salam kenal,,
    ku folllow ya,, berkennan follow balik..thxs

    ^^langit

    ReplyDelete
  17. Mampir mbak Ros... met siang...

    ReplyDelete
  18. ngikutan buwel... heheheh

    ReplyDelete
  19. J:P hai....
    judulnya mirip lagu, sekuntum mawar merah..:-J

    ReplyDelete
  20. hmm.. kata orang 'cintai lah pasanganmu 10 % saja, sisanya cintai lah Penciptamu...'

    ReplyDelete
  21. ini sedih bgt ros :|
    speachless bacanya,,jgn smp deh di posisi dia :@
    hufftt gi jenuh bgt oeL ros :(

    ReplyDelete
  22. pagi semuaaaa... :-)
    semoga hari ini menyenangkaaaan... :D

    ReplyDelete
  23. novel dah dikirim tadi pagi

    ReplyDelete
  24. eh.. numpang copy lagi,,,, FD aku rusak,,,, T_T
    thanks before...

    ReplyDelete
  25. syukurlah kalo dah sampai novelnya. btw, aku hiatus dulu ya beberapa hari.

    ReplyDelete
  26. "buat para pria ya [ish pria, biasanya cecowo, heheu],"

    :D, cecowo juga asyik. Ini cerita pendek yang asyik. Ai dan Dylan.

    ReplyDelete

Makasi udah baca ocehanku ini, apalagi kalau mau ninggalin komen, hehe.. ^^