Friday, 25 June 2010

Il N'y a Pas Parfait, Calista...


Calista masih terdiam sejak entah berapa jam lalu. Hatinya berantakan, carut marut, tak menyangka bahwa ceritanya akan berakhir seperti ini. Taman mulai beranjak sepi, anak-anak kecil yang tadi ramai berlarian kesana kemari sudah pulang bersama orangtuanya, pasangan muda yang ikut menikmati sore di tepi danau pun mulai berkurang. Hari menjemput senja, mentari memberi kecupan terakhir pada daun-daun yang bergoyangan, bulan bersiap naik pentas. Tapi Calista, gadis ini masih saja duduk terdiam, memandang danau yang semakin senyap tanpa kecipak ikan yang beramai-ramai berebutan makanan yang sembarang dilempar pengunjung taman.

Calista bahkan tak berubah posisi sama sekali sejak tadi, terdiam, menatap kepingan dan serpihan hatinya yang terserak. Iya, dia bahkan tak melihat danau dan segala keramaiannya seharian ini. Matanya melihat ke depan, namun yang terlihat hanyalah kepingan dan serpihan itu, kecarutmarutan hatinya.


Keputusannya semalam ternyata tak mampu memberinya kesempatan. Kesempatan kecil yang dia harapkan dengan melepaskan kesempatan besar yang ada di depan matanya. Ya, dia bahkan bisa melihat jelas Arya duduk menunggunya di sofa itu. Sofa favorit mereka, tempat mereka biasa menghabiskan senja di akhir pekan dengan segelas iced lemongrass kesukaannya dan pasangannya frozen cappucino kesukaan Arya. Calista bahkan tahu persis Arya masih menunggunya sampai pelayan kafe memberitahu -dengan amat tak enak hati- laki-laki itu bahwa mereka akan tutup sebentar lagi. Calista melihat laki-laki itu berjalan gontai keluar dari kafe. Jarak mereka tak seberapa jauh sampai Calista sempat berpikir kalau dirinya melihat Arya mengusap ujung-ujung matanya. Menangis kah?

Calista hanya terdiam menunggu punggung tegap itu menghilang ke dalam mobil. Menunggu mobil itu berbelok di ujung jalan, memastikan bahwa dia tak berbalik arah, mencari Calista yang ternyata duduk persis di dalam kafe seberang. Separuh hatinya bahkan berharap itu sungguhan terjadi. Tapi laki-laki itu tak kembali. Ya, dia menepati janjinya. Sama persis dengan pesannya pagi sebelumnya. Dia bahkan menunggu sampai detik terakhir.

Ku tunggu di kafe biasa jam tujuh malam. Aku hanya butuh jawaban ya atau tidak. Dan seandainya emang kamu gak mampu, kamu gak perlu dateng. Aku akan anggap itu artinya tidak. Selamat pagi. Semoga harimu menyenangkan.

Pagi tadi Arya pasti sudah berangkat ke Jogja, ke rumah kedua orangtuanya, sendirian, tanpa Calista. Pulang ke rumah untuk menjalani perintah ayahnya bertunangan dengan gadis Jogja yang masih berkerabat jauh dengannya. Sedang Calista, alih-alih menenangkan diri, dia malah gelisah sejak semalam. Gelisah sejak pertama kali sampai di kamarnya lewat tengah malam. Ingin sesegera mungkin menelpon Aldwin. Menjawab pengakuannya ketika malam di puncak Rinjani. Hatinya yang masih separuh itu mulai condong ke arah laki-laki itu. Namun sayang, ponsel Aldwin bahkan tak bias dihubungi sama sekali, membuat Calista gelisah sepanjang malam.

Mentari baru mulai menjejak bumi kala Calista terburu-buru bergegas menuju kostan Aldwin di daerah Bintaro. Beruntung subuh itu jalan raya Arteri Pondok Indah memang masih jauh dari ramai. Jalanan begitu lengang, orang-orang mungkin baru saja terbangun dari tidur nyenyak semalam, entah bermimpi apa. Jazz putihnya melaju cepat, melebihi batas kecepatan yang biasanya tak pernah dilanggarnya. Dia hanya ingin cepat-cepat sampai di hadapan laki-laki itu. Laki-laki yang sekarang dia harap mau memberinya kesempatan. Semoga kesempatan itu masih ada..

Namun sepertinya memang tak ada lagi kesempatan bagi Calista. Sesampainya di kostan Aldwin, Calista malah disambut oleh Rio, teman kost Aldwin, yang baru saja terbangun karena bel yang berdengking-dengking dipencet Calista. Bergegas sebentar ke kamar Aldwin yang beruntung kuncinya memang dititipkan pada Rio, mengambil sebuah bungkusan biru laut. Cepat Rio menyerahkan bungkusan tersebut seraya menjelaskan sekadarnya pada Calista bahwa Aldwin sudah pergi sejak dua hari lalu. Tergugu, Calista gemetar menerima bungkusan tersebut lantas buru-buru pergi setelah mengucapkan terima kasih yang hampir tak terdengar. Cepat melajukan kembali jazz putihnya ke jalan, belum tahu akan menuju kemana. Mungkin hanya akan menuju entah.

Bungkusan biru laut itu masih di pangkuannya saat Calista memutuskan untuk melajukan jazz putihnya ke taman ini, taman dengan rumput hijaunya yang lembut serta danau yang tenang dengan ikan-ikan koinya. Lemah merobek bungkusan itu yang ternyata berisi sebuah album foto, foto-foto dirinya bersama Aldwin di berbagai tempat yang pernah mereka kunjungi dengan ilustrasi pendek yang ditulis tak rapi oleh Aldwin. Dan di halaman terakhir terselip amplop biru laut berisi surat yang sepertinya baru belakangan ditulis Aldwin untuknya. Beberapa kalimat, dua paragraf, tak lebih. Tak ada kata-kata bersayap indah nan romantis, ya Aldwin memang tak pernah bisa romantis. Aldwin yang selalu simple dan praktis.
Calista.. Mungkin saat kamu lu baca surat ini gue udah entah sampai dimana di tengah perjalanan ke Himalaya. Yah sayang sekali, pada akhirnya kita gak bisa mewujudkan rencana kita ke sana bersama-sama, Ta.. Maaf, mungkin hanya itu yang bisa gue ucapin. Malam itu gue datang ke rumah lu buat nanyain lagi jawaban perasaan gue ke lu, Ta. Tentang pengakuan gue di puncak Rinjani itu. Tapi ternyata waktu gue sampe di depan rumah lu, gue lihat lu baru turun dari mobil sama laki-laki itu yang belakangan gue tau bernama Arya. Maaf, Ta, gue terpaksa tanya sama mama, dan mama bilang lu emang udah deket banget sama dia. Malah mama bilang dia udah lamar lu kemarin pas ulang tahun, dan akhirnya gue juga tahu siapa orang baik hati yang udah ngasih lu teropong bintang itu. Kenapa lu harus bohong, Ta?
Kenapa gak pernah cerita soal ini? Gue pikir hubungan kita udah lebih dari itu sampai lu gak mungkin bisa bohong, setidaknya lu bisa menghargai gue sebagai sahabat lu, Ta. Tapi gak apa, cuma aja rasanya jadi sakit banget, Ta. Rasanya sakit banget di dalem sini, Ta. Entah mungkin gue emang gak pernah sadar selama ini kalo gue udah jatuh hati sedemikian dalam ke lu sampai ketika malam itu, Ta. Saat gue sadar kalo gue ternyata sayang banget sama lu dan rasanya sakit mengetahui banyak kenyataan itu. Kenapa lu gak bilang aja, Ta..? Gue gak akan maksa lu, Ta. Gue akan ngerti kalo ternyata lu jatuh hati sama laki-laki lain. Tapi lu gak bilang, Ta. Maaf, gue bakal pergi dari lu sementara waktu, entah sampai kapan. Pergi untuk sekedar meredakan perasaan gue yang porak poranda begini. Maaf, Ta, seharusnya gue bisa kasih lu perpisahan yang lebih layak. Tapi gue gak mampu. Maaf gue pergi tanpa pamit. Selamat untuk lu, Ta. Semoga lu selalu bahagia sama dia. [maaf juga, Ta, sampe sekarang gue masih aja gak bisa sekedar berbahasa yang baik bahkan di surat ini, aneh rasanya nulis aku-kamu.. dan album foto ini, tolong simpen, gue gak sanggup nyimpen ini. Itu kalo lu gak keberatan untuk nyimpennya.]

Calista hanya terdiam setelah membaca surat pendek dari Aldwin. Laki-laki itu masih sama seperti yang dia kenal selama ini –Aldwin memang memanggil mama Calista dengan panggilan mama karena saking mereka sudah amat dekat-, hanya saja Calista sudah tak peduli apakah Aldwin bisa sedikit saja berbahasa sama dengannya atau apa. Calista hanya peduli pada isi surat itu, isi surat yang menamparnya berkali-kali. Gemetar, surat di tangannya yang sudah dibaca berkali-kali sejak seharian ini. Calista ingin sekali bisa menangis, mengeluarkan segala beban berat yang mengganduli hatinya. Tapi alih-alih menangis, Calista hanya bisa terdiam menatap ke depan, ke danau yang semakin senyap. Aldwin, mungkin entah sudah sampai di mana.

Ya, seharusnya dia mampu memilih sejak awal. Seharusnya dia mampu menyadari sejak awal bahwa tak akan pernah ada seorang pun yang memiliki semua sifat yang dia inginkan, tak ada seorang pun yang persis memiliki hobi dan kecocokan yang sama dengannya, tak ada seorang pun yang sesempurna seperti impiannya. Ya, seharusnya sudah sejak dulu Calista menyadari ini. Bukan malah terpaut pada dua hati yang pada akhirnya tak mampu dia miliki sama sekali. Bukan malah bermimpi tentang seorang laki-laki sempurna yang memiliki sifat gabungan antara Aldwin yang seru dengan Arya yang romantis. Aldwin yang berwawasan luas tentang alam dan amat suka berkelana ke sana ke sini. Arya yang selalu saja mampu merangkai jutaan patahan kata menjadi kalimat yang indah. Seharusnya Calista menyadari bahwa mereka masing-masing sempurna dengan diri mereka sendiri, tanpa tercampur dengan pribadi yang lain.

Calista masih terdiam sendiri di bangku taman manakala langit sudah sibuk dengan awan hitam dan bulan sabitnya. Akhirnya tetesan pertama jatuh sudah, tapi bukan tetesan dati mata bening Calista yang masih saja menatap danau. Adalah tetesan pertama yang tumpah dari langit malam ini, disusul jutaan tetesan lainnya yang sempurna mengenai Calista yang tetap terdiam di tempatnya, tak bergerak sama sekali. Calista basah kuyup, sekuyup hatinya yang kedinginan. Bersamaan dengan datangnya kesadaran itu karena kedinginan yang juga dirasakan di sekujur tubuh, Calista akhirnya menangis, tetesan airmata yang menjadi satu bersama rinai hujan yang jatuh malam ini. Calista menangis dalam diam. Sendiri.

Il n’y a pas parfait, Calista..
Tak ada yang sempurna…

*****

P.S.: Yap ini part terakhir dari trilogi Calista [ahai..], part satu dan part dua udah diposting kemarin, yang belum baca dan mau baca boleh langsung dicek ke tekape saja, itu linknya sudah saya cantumin sekalian.

Oke oke, saya mau cerita dikit, jadi ini cerpen [cerpen kok ya sampe tiga part? Gimana sih, neeeng..?] sebenernya saya buat karena ada temen saya yang lagi bingung nentuin siapa yang paling cocok buat dia. Hmm, sebenernya sih ya menurut saya, menurut saya loh yaa, gak ada dua orang yang bener-bener cocok dalam segala hal. Loh iya khan, kita ini diciptain bener-bener unik masing-masing tiap orangnya. Gak ada itu dua orang yang bener-bener punya kesamaan dan kecocokan yang banget banget.

Gini deh, kalo mau ngikutin pilih yang lebih cocok dan lebih baik, mau sampe kapan? Yang namanya lebih cocok dan lebih baik sih satu saat pun bakal datang lagi orang yang lebih-lebih itu, bukan cuma satu tapi bisa jadi dua tiga empat atau entah berapa yang nantinya akan kita rasa lebih cocok lebih baik.

Well, kalo emang masih ragu, coba lah tanya hati kecil yang mana yang emang kamu inginkan untuk hidup bersama. Kalo belum yakin juga, coba tanya sama Tuhan, berdoa minta dikasih petunjukNya. Kalo belum yakin juga, haduh kelewatan deh. Coba lah itu lihat bapak ibu kamu, mereka toh bisa menikah dan sampai sekarang pernikahannya baik-baik aja khan? Saya juga lihat pernikahan bapak ibu saya sampe hari ini Alhamdulillah baik-baik aja, meskipun keduanya gak punya banyak kecocokan hobi atau apalah itu. Tapi saya gak pernah itu melihat mereka bertengkar di depan saya apalagi sampe pukul-pukulan, mereka baik-baik aja, rukun-rukun aja. Ibu saya yang lebih suka jalan-jalan plesiran sana sini berbeda banget sama bapak saya yang lebih suka duduk-duduk di rumah. Ibu saya yang lebih vokal dibanding bapak saya. Bapak saya yang lebih suka ke gunung kalopun emang jalan-jalan, ibu saya yang lebih suka ke laut, toh mereka selalu bisa jalan-jalan bareng khan? Dan tentunya hidup bareng bahagia sampe sekarang.

Bukan, bukan tentang kamu dan dia yang punya kesamaan ini atau itu, punya perbedaan ini atau itu[gak termasuk perbedaan yang emang teramat prinsip yang gak bisa dijembatani yaa], tapi tentang penerimaan. Tentang bagaimana kita bisa menerima seseorang yang akan kita cintai sepenuh hati dengan sempurna. Iya, pada akhirnya ini tu bukan tentang menemukan seseorang yang sempurna untuk kita cintai, tapi tentang bagaimana kita mencintai seseorang yang gak sempurna dengan sempurna. Bagaimana kita menerima kekurangannya dan menutupinya dengan kelebihan kita, begitupun sebaliknya. Karena iya, kita itu diciptain untuk saling melengkapi, saling menyempurnakan.

Ah, well, saya kok jadi pidato. Ini P.S.-nya malah jadi lebih panjang ketimbang ceritanya ya, haha. Jadi keinget potongan percakapan saya sama sahabat cewek saya entah kapan malam itu. Yang kira-kira kayak gini: S = saya, D = dia(sahabat cewek saya)

S : Iyaaa, gue kepengennya punya suami yang taat agama jadi bisa bimbing gue. Gak perlu ganteng, asal enak diliat. Trus suka jalan-jalan juga kayak gue jadi bisa jalan-jalan bareng khan seru. Trus juga suka baca plus nulis juga kayak gue jadi kita bisa saling bicara banyak khan tentang itu. Trus juga yang pinter dan punya wawasan luas tentang ini itu. Trus juga yang lucu dan kocak jadi gue tiap hari bakalan seneng ketawa terus deh. Terus jugaaa…

D : Stop. Stop. Itu yaaa, mau lu pasang iklan di internet keeeek ya, cowok kayak gitu mana adaaaaa… gila lu mah.. kagak bakal ada yang kayak gitu.

S : Hahaha9, ya becanda atuh, neng.. abisan tadi ditanya maunya yang kayak apa. Ya yang kayak gitu maunya sih.. cumaaaa, khan emang gak bakal ada yang kayak gitu. Cukup lah seorang laki-laki yang bisa jadi imam gue yang baik, yang bisa bimbing gue dan ngerti gue. Contohnya itu yang ngerti kalo gue suka jalan-jalan dan suka belanja.. huahahaha9

D : sama ajaaaaaaaa… gak ikut-ikut deh ah…

Nah itu sih yang saya inget dari sepotong perbincangan kami. Yah emang gak akan ada orang yang sesempurna yang kita impikan. Kita hanya perlu menerima dengan penuh suka cita seseorang yang gak sesempurna itu tapi bisa mencintai kita dan kita cintai dengan sempurna. Tak ada yang sempurna, sayang. [hahahaha9, gayanyaaaa, macam saya udah pengalaman aja yaaaaa… :p]. Sama halnya dengan berbagai pilihan dalam hidup. Bukankah kita selalu dihadapkan pada berbagai pilihan selama kita masih hidup? Yah, apapun itu, pilihlah dengan bijak. Jangan sampai terlalu banyak berpikir dan menimbang malah membuat kita jadi tak bisa memilih sama sekali.

Selamat berhari Jumat..
Selamat berakhir pekan..
Happy weekend everybody.... \^o^/

-In the end, it’s not about finding someone perfect to love.. But how to love an imperfect person perfectly..-

36 comments:

  1. Amankan pertamax...thnxs kunjungan blik nya.

    ReplyDelete
  2. yah.. gagal pertamax nih.. T.T

    oke, ros, aku bakal komentar banyak. Siap-siap. Ngga tahu kenapa, aku suka banget part yang ini. Yah, harusnya tahu alesannya sih, satu karena ada nama Bintaro di situ.. (kostan aku bo) trus dua karena ngena banget pesannya, dan tiga karena ceritanya ngga happy ending (ngga tahu kenapa aku lebih suka akhir yang nggantung kaya gini) trus empat karena aku suka kata2 terakhirnya..

    Dulu aku juga pernah mengaharap seseorang yang sempurna gitu Ros, tapi semakin kesini smakin sadar kalau emang orang yang bener2 match sama kita tuh ngga ada. Ibarat gembok, ngga bakal nyari gembok yang lain buat nglengkapin hidupnya, tapi dia bakal nyari kunci gembok yang bisa ngebuka gembok itu biar jadi pasangan yang pas!

    Love it Love it..bikin lagi ya Ros.. eniwei, dulu anak STAN bukan?

    ReplyDelete
  3. :o) :o) :o) :o) :o) :o) :o)

    Cinta oh cinta..

    ReplyDelete
  4. mbaa... inspirasi nulisnya dari mana? :?

    pengalaman pribdi bukan? :ok

    ReplyDelete
  5. ga gitu ganteng n enak di liat gue banget bahkan aku enak di makan juga lho..... jiahhhhhhhh heheh tapi klo yang luas bukan wawasanku, cuma kandangku yang luas " emange aku kebo " wkwkwk

    ReplyDelete
  6. kok aku sedih bacanya ya...
    aku juga pernah ngalamin kaya gtu...
    saat bingung harus memilih yang mana...

    untung sekarang udah kembali ke jalan yg benar...
    hehehe

    ReplyDelete
  7. Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaargggggggggg... kenapa ga dari awal si Calista jujur sih? kalo aku sih langsung milih Aldwin ajaa.

    Bimbang gitu malah jadi kehilangan dia kan... :((

    ReplyDelete
  8. itu deh...malah g dapet keduanya hehehe

    ros semoga g menemui kebimbangan nti pas milih calon suami yah..hbisnya klo dah mo serius biasanya malah bnyak yg datang banyak pilihan.. dan semua orang ternyata begitu sebelom mtusin mo nikah ma sapa.. hahahahaha

    ReplyDelete
  9. dari cerita itu kayaknya dalam masa pencarian " someone to love " memang tak ada salahnya menjajagi atau mengenal lebih dekat dengan pasangan tp sebaiknya jajagi satu persatu jgan 2 sekaligus karena akan jadi lebih membingungkan, Setiap orang kan punya kelebihan dan kekurangan bisa2 malah ngga jadi dua2nya. Klo bang Pendi ibaratkan masa penjajagan itu bagai mencoba sepatu, khan ga mungkin dua sekaligus alias satu persatu. klo cocok langsung ambil, klo blom cocok baru coba yg lain.... Duh..ngomong apaan sih bang Pendi ? kabur ah...sebelum kena pentung non Rosa..hehehe

    ReplyDelete
  10. yahhhh ga dpt 22nya...
    jadi teringat....hihihi..

    ReplyDelete
  11. mentari menjejak bumi, simpati terbang ke Langit yang berawan hitam dan geLap, xL seLaLu tampiL dengan warna hijau dan biru Laut, PS udah kurang Laku yang sekarang Lagi Laku games onLine.
    nyambung enggak yah?. hakhakhak...
    okok ros, Lumayan panjang juga nih bacaannya sampe-sampe bingung untuk mengomentarinya, hehehe... piss ach (canda-red).

    ReplyDelete
  12. Usul kalo bisa partnya bisa ditulis di tiap judul biar tahu ini udah part ke berapa gitu he he.. Sorry cuma usul aja.

    ReplyDelete
  13. maaf mbak, gak ngikutin part sebelumnya ya keknya, mampir ajah, emang gak ada yang sempurna manusia ya, kecuali para Nabi Nya. he

    ReplyDelete
  14. moga ada jodoh ajah wat calista... :-)

    ReplyDelete
  15. wuaaaaaa ko udah part 3.... J:P

    ReplyDelete
  16. waaaahhhh....... makin keren aja....

    ReplyDelete
  17. oh ternyata cerita ini untuk ngasi solusi ke orang toh :#

    Emang gag ada yang cocok satu sama lain,:B)

    kalo aku sendiri (ntar mau pipis dulu ah :|)..
    sekarang tinggal nyari siapa

    bukan yang bisa nerima kita. karena kalo kita yang udah bisa nerima dia maka apapun keadaan orang itu, kita akan nyaman. :iq

    itu kalo menurut saya :-J

    ReplyDelete
  18. betul. emang ga ada yang sempurna. jadi kita harus mencintai ketidak sempurnaan dia. begitu kan? :D bagus juga ilmunya. hihi.

    ReplyDelete
  19. mampir minggu sore ajah Mbak Rosa.. :-))

    ReplyDelete
  20. wah penghayatannya asik, pengalaman pribadi neh pasti. hahaha

    ReplyDelete
  21. kunjungan di pagi hari aja.... ^^
    ternyata belum da update yang baru ya??
    ditunggu loh... ^^

    ReplyDelete
  22. koq part terakhirnya ga Happy Ending :((
    bener2 kalo memilih pasangan yg se perfect yg kita mau ya susah
    asalkan bisa sreg dihati ajah jg dah cukup masalah perbedaan mah jgn dijadikan masalah ^____^
    kaya ak ma abi
    si abi metal abis, lah aku yg feminim *yg bener* bertolak belakang bgt

    eh eh ros kuliahnya di STAN yah
    universitas di Bintaro cm taunya STAN hehe :p

    ReplyDelete
  23. mampir lagi sambil baca coretannya !!
    hmmmmmmmm
    calista !!

    ReplyDelete
  24. met sore semuaaaa... :D
    maaf euy baru sempet ngeblog lagi nih, heheu..
    *sok sibuk mode nyala

    hmmm, cerita ini yaaa,,
    ya gitu deh..
    menurutku gitu dah itu yang kayak udah ku tulis
    emang perkara cinta ma jodoh itu rumit ya kalo dibikin rumit, heheu.. simpel ya kalo dibikin simpel, meski emang semua kembali padaNya.

    ah ya buat fb, ini emang sengaja gak pake langsung ditulis part gitu di sebelah judul, tapi ini dikasih tanda gitu, yang part satu titik setelah kata "Calista" di judul tu cuma satu, nah part dua titiknya jadi dua, part tiga titiknya jadi tiga.
    yah, saya emang kayak gitu, gak suka langsung gamblang saya tulis di sebelah judul dengan tulisan "Part satu" atau "Part dua" gitu.
    yah, gitu deh, makasi untuk sarannya, tapi saya yaaa begini, :)

    selamat berhari senin,
    semoga hari ini menyenangkann.. :D

    nanti malam saya kunjungan balik ke rumah kalian yaaa.. ^^
    maaf kalau telat banget, heheu..

    ReplyDelete
  25. ya sudah si calista ama aku aja deh hehehe, btw aku suka quetonya "it’s not about finding someone perfect to love.. But how to love an imperfect person perfectly", hmmm andaikan semua cewek berpikiran spt itu atau apakah yg nulis sudah menerapkan itu ? (lhooo):)

    ReplyDelete
  26. oh ya lupa...met malem juga n hv a nice tomorrow :)

    ReplyDelete
  27. cinta deritanya tiada akhir ( patkay ) heheh.... ga usah di bikin apa2 cukup di nikmati aja biar ga headache 7 around :)

    ReplyDelete
  28. Mbak Ros mampir ajah Ya...

    ReplyDelete
  29. Wah.., telat banget aku datangnya....
    Ternyata akhirnya kisah itu berakhir disini ya.

    ReplyDelete
  30. Memang... tak ada manusia yg sempurna, spt juga kita, tak sempurna.
    Karena terlalu memilih, akhirnya malah gak dapat kedua-duanya.

    ReplyDelete
  31. Lagi sibuk sangat nih bos?, mantab (pake B) deh. saLam sukses seLaLu. jangan Lupa dong bagi-bagi jobnya, hehehe...

    seLamat istirahat aja yah ros.

    ReplyDelete
  32. Nice story!
    emang gag pernah habis2nya ngebahas tentang cinta...

    ReplyDelete

Makasi udah baca ocehanku ini, apalagi kalau mau ninggalin komen, hehe.. ^^