Saturday, 6 March 2010
Lara Maya
Aku mematikan televisiku dengan malas. Semakin hari semakin tak ada yang menarik dan berisi dari acara-acara yang disuguhkan berbagai stasiun televisi. Tak juga seperti siang di akhir pekan begini. Rasanya perutku mual melihat anak-anak kecil itu didandani macam-macam lalu kemudian disuruh bernyanyi lagu orang-orang dewasa yang aku yakin seratus sembilanbelas persen tak ada dari satupun anak-anak itu yang paham arti lagu yang mereka nyanyikan. Apalagi anak kecil yang barusan menyanyi, oh aku bukan ingin mencela atau menghina, suaranya amat buruk, ditambah lagunya tentang cerita seorang pemuda yang sudah lelah mengejar-ngejar seorang gadis. Astagaaa, umurnya bahkan belum genap sepuluh tahun, tapi lagunya begitu, ckckck. Tak habis pikir aku.
Akhirnya aku memutuskan untuk bersiap-siap ke mall, lagipula aku sudah janjian untuk makan siang di sana bersama. Aku meraih ponselku, memencet speed dial suamiku.
Nomer yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silahkan hubungi beberapa saat lagi.
Ah, paling dia sudah di jalan menuju mall, pastinya sudah bersama putri kecil kami, Kayla. Setiap Sabtu pagi Kayla pergi les piano, biasanya aku yang menjemput, tapi kali ini suamiku sekalian jalan dari bertemu temannya sekalian menjemput Kayla. Aku menyelesaikan dandananku, hanya pulasan bedak saja dan lipstik tipis, lagipula aku tak begitu suka berdandan macam-macam.
"Pak, anter saya ke mall yak..." Kataku pada pak Min, sopir keluarga kami.
"Umm, iya, bu... Mall yang mana?" Tanya pak Min dengan halus.
"Mall yang biasa, ayo cepat, pak, nanti Kayla keburu laper nunggu saya." Kataku tak sabar.
Sedan hitamku meluncur lancar di jalan protokol. Aneh juga siang akhir pekan begini kok lancar ya... Biasanya kota ini selalu ramai, padat, dan macet tentunya. Aku melamun memandang jalan di luar. Aneh, rasa kangen berlebihan pada suamiku dan Kayla tiba-tiba merambati nadi-nadiku, berdesir kencang. Aku jadi sedikit tidak nyaman. Tapi buru-buru ku tepiskan rasa itu, baru tadi pagi aku melihatnya, tapi kok udah kangen begini. Senyum simpul tercermin dari kaca jendela, membuatku kembali tenang.
"Bu, sudah sampai.." Kata pak Min membuyarkan lamunanku.
"Ah iya, pak. Pak Min pulang aja, nanti saya bareng bapak sama Kayla." Kataku membalas.
"Tapi, bu..."
"Gak apa-apa, makasi ya, pak.." Jawabku sambil menutup pintu dan bergegas meninggalkan pak Min yang belum juga beranjak. Aku tak mau membuat orang-orang terkasihku menunggu kelaperan.
Aku kembali mencoba menghubungi ponsel suamiku, tapi lagi-lagi belum aktif. Mungkin baterenya habis. Dia memang sering tak memperhatikan hal-hal remeh tapi penting seperti itu. Aku mau tak mau jadi tersenyum lagi, betapa walaupun dia seperti itu, aku amat mencintainya, dialah matahari bagi tata suryaku, bagi bumiku, juga bagi Kaylaku.
Aku melewati lobbi mall yang hari ini amat penuh sesak. Sepertinya sedang ada lomba model atau kecantikan atau bernyanyi atau entah lah apa, aku tak peduli. Tapi, apa? Oh Tuhan,, lihat itu, anak-anak kecil itu. Ya ampun. Lagi-lagi aku tersenyum kecut. Ternyata memang sedang ada lomba kecantikan, tapi pesertanya anak-anak umur lima sampai sepuluh tahun. Bayangkan!! Anak umur segitu berdandan layaknya wanita umur duapuluhlima, melenggak-lenggok di atas panggung, dengan bibir merah menor dan pakaian ketat warna-warni. Kasihan mereka, apa yang dipikirkan orangtuanya sampai membawa anaknya ke ajang seperti itu, ajang lomba-lombaan semu. Dimana anak-anak itu dibentuk menjadi serupa boneka palsu dengan dandanan palsu hanya untuk mendapat gelar juara palsu hingga para orangtua-terutama mungkin ibunya- akan mendapat decak kagum dan pujian-pujian palsu karena anak mereka sudah berhasil menang kontes kecantikan palsu. Cih.
Aku tak akan membiarkan siapapun membawa Kayla mengikuti lomba-lombaan semu itu. Kelak para anak-anak kecil ini akan tumbuh dengan sendirinya, pada waktunya, jadi untuk apa kita-para ibu- menanamkan di benak mereka yang masih lugu dan polos kalau kecantikan bisa diukur-ukur dengan angka-angka atas siapa yang berdandan paling pintar dan paling mirip dengan wanita dewasa. Kasian. Kaylaku tak boleh seperti itu, aku bergidik memikirkannya, cepat-cepat ku usir pemandangan barusan dari pelupuk mataku, jangan sampai tersisa sedikitpun.
Setelah aku berhasil melewati reriuhan penonton yang amat padat, akhirnya aku sampai juga di restoran favorit Kayla. Dia selalu memilih untuk makan di restoran ini tiap kali kami berjalan-jalan ke mall. Mereka belum datang, jadi aku langsung saja duduk di tempat favorit kami. Pelayan datang menghampiriku menanyakan apakah aku ingin memesan sesuatu, ku bilang kalau aku sedang menunggu suami dan putriku.
Sudah hampir dua jam aku menunggu mereka, sudah ratusan kali juga aku mencoba menghubungi suamiku, sudah dua gelas iced lemon grass ku habiskan, tapi mereka tak kunjung tiba, jam makan siang sudah berlalu sejak tadi. Aku mulai cemas menunggu mereka. Tak sengaja aku malah melihat adikku di luar restoran ini, entah habis belanja atau apa tapi kok sendirian yah dia? Belum selesai aku berpikir, dia juga malah melihatku dan menghampiriku.
"Eh, kamu kok ada disini, Ga?" Tanyaku
"Gak apa-apa. Sengaja mau jemput mbak. Mbak,, kita pulang yuk.." Jawab Arga yang malah membuatku bingung.
"Jemput aku? Pulang? Lohhh, aku lagi nunggu Kayla sama mas Harry." Kataku tambah bingung.
"Mbak... mau sampai kapan mbak kayak gini...? Kayla sama mas Harry udah meninggal, mbak..."
"Eh kamu jangan ngaco ya, Ga.. Bercandamu gak lucu." Kataku sambil sedikit tertawa.
"Mbak, istighfar, mbak.. Mereka udah meninggal. Mbak harus ikhlas.." Suara Arga lirih.
"Ga! Kamu jangan asal kalo ngomong!! Aku gak suka ya kamu bercanda kayak gini! Sudah sana pergi aja. Aku lagi nunggu Kayla sama mas Harry. Jangan sampe aku marah-marah sama kamu di sini, Ga!" Bingungku hilang, kini malah berganti amarah. Berani benar dia berkata kalau suami dan putriku sudah meninggal, pake suruh-suruh aku istighfar segala pula.
"Astagfirullahalazim... Mbak, istighfar, mbak.. Aku tahu mbak sayang banget sama mereka, tapi kalo mbak kayak gini terus juga mereka nanti bakal sedih di alam sana, mbak.. Ayo pulang, mbak.." Kali ini Arga malah menarik tanganku, mencoba menyeretku pulang.
"Ga!!! Lepas!! Heh, aku ini mbakyumu, Ga! Jangan kurang ajar kamu ya. Gini, kamu gak perlu minta maaf, aku udah maafin kamu, tapi kamu cepet pergi dari sini." Kataku sambil mencoba melepaskan pegangan tangan Arga yang semakin kuat.
"Mbak,,, udah dua tahun, mbak. Kejadian hari itu emang berat banget. Tapi kenyataannya adalah mereka udah meninggal karena kecelakaan lalu lintas waktu perjalanan kesini, mbak. Ayolah, mbak.. Aku tahu mbak sedih, tapi mau sampe kapan mbak terus-terusan dateng ke sini trus nunggu mereka berjam-jam kemudian aku nyusulin mbak buat jemput mbak pulang. Tadi pak Min sms aku lagi, mbak minta dianter kesini lagi, yang kalaupun pak Min gak sms, aku juga udah tahu mbak ada disini setiap siang." Arga melepaskan tanganku, berkata panjang lebar yang tak aku mengerti.
Mataku perih, rasanya kelopak mataku penuh cairan yang merangsek untuk membanjir. Aku tak mampu lagi menahannya, bulir-bulir bening itupun menetes kemudian menjadi aliran yang menderas. Aku jatuh terduduk. Kaku. Sayatan-sayatan di hatiku tambah dalam, tambah perih. Aku masih tak mengerti kata-kata Arga. Tapi aku merasa amat merindukan Kayla dan mas Harry. Mungkin itu mengapa aku menangis.
"Aku mau di sini, Ga. Aku gak mau mereka kecewa nanti mereka sampe sini aku malah gak ada..." Sahutku setengah berbisik sambil menghapus airmataku. Entah Arga mendengarnya atau tidak. Aku juga tak bermaksud dia bisa mendengarnya.
"Ya udah. Kalo gitu aku mau ikutan mbak di sini, nunggu Kayla dan mas Harry. Mbak minum dulu ya, biar tenang." Kata Arga pasrah sambil menyerahkan sebotol air mineral. Entah dia mendapatkannya dari mana. Mungkin tadi dia membawanya, aku tak memperhatikan.
Aku meneguknya, dan gelap.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
oalaaaah.... mbak judulnya agak mirip Lara Lana yaaa :p
ReplyDeleteemang
ReplyDeletehaha9
abisan aku lagi stuck ngasi judul
tadinya malah mau ku kasih judul "belom ada judul"
wahahaha9 :D
pas aja mau baca filkop ehhh ada judul itu, hehe