Friday 16 April 2010

Pagi Ini Sakura Bermekaran


"Aduh!" Aku mengaduh, rasanya kepalaku sedikit pening. Hei, mengapa pula aku malah disini? Aduh, kenapa mobilnya gak bisa dinyalain? Aku harus bergegas, tak ada waktu lagi.

Besok adalah hari pernikahan kami. Tapi ada yang harus aku katakan padanya, hari ini, secepatnya, harus, agar tak ada yang kecewa nantinya.

Aku keluar dari mobilku, berlari sambil terus berusaha mencari taksi barangkali ada yang lewat. Toh rumah Diana kurang dari dua kilo lagi. Kalau pun terpaksa aku akan terus berlari. Sialnya taksi yang lewat tak ada yang mau berhenti padahal aku sudah berusaha menghentikannya.

Akhirnya aku sampai juga di rumah Diana. Nafasku tersengal, aku mencoba menenangkan diriku, berusaha berdiri tegak. Pening. Aku merasa pening. Pasti karena jarak dua kilo itu.

Rumah Diana masih ramai, ah tentu saja, mereka khan sibuk mengurus pernikahan kami besok. Pintu depan terbuka jadi aku langsung saja masuk. Aku harus berbicara dengan Diana secepatnya.

Aku mencarinya di ruang tengah, tapi Diana tak ada. Di ruang belakang juga tak ada. Ah pasti di halaman belakang, pikirku. Aku melangkah cepat mencari sosoknya diantara banyak orang yang berlalu lalang. Saking sibuknya mereka tak memperhatikanku sama sekali. Tapi Diana juga tak ada di sana.

Aku kembali masuk ke rumah, menaiki tangga ke lantai atas. Diana pasti di kamarnya, tak apa lah aku langsung ke sana saja. Aku hanya ingin bicara sebentar saja.

Ah itu Diana, dia ada di ruang keluarga bersama Dinda adiknya sedang entah membereskan apa.

Aku berjalan mendekatinya, dia membelakangiku, Dinda juga. Tapi belum jadi aku mencapainya, ponselnya berdering kencang. Entah dari siapa. Tapi yang terjadi kemudian membuatku amat bingung. Diana menjerit, meraung-raung, dan sedetik kemudian tangisnya meledak.

Tubuhnya limbung ke kiri, seperti hendak jatuh. Aku langsung menggapainya, tapi Diana terlepas dari tanganku. Aku berteriak memanggil namanya, tapi sepertinya Diana tak mendengarku. Tapi jangankan Diana yang sekarang tergolek pingsan. Dinda yang sejak tadi terbengong bingung sepertiku pun tak mendengarku.

Aku mencoba mendekap dan membangunkan Diana, tapi tak ada reaksi. Bagaimana lah dia bisa bereaksi? Aku bahkan tak bisa menyentuhnya. Dinda yang tak lama kemudian memanggil orang-orang untuk membantunya masih saja tak melihatku. Mas Bayu yang datang setelah mendengar teriakan Dinda juga melewatiku. Apa aku mulai menjadi transparan?

*
Hari ini adalah hari pertama bunga sakura mekar dan akan bertahan sejak pagi ini sampai dua minggu ke depan. Musim semi di sini memang indah sekali. Aku selalu jatuh cinta lagi tiap kali bunga sakura merah jambu di halaman mulai bermekaran. Jatuh cinta pada mekarnya yang bersemu malu-malu.

Ah.. Aku jadi mengingatmu lagi. Padahal sudah lewat tigapuluhsembilan tahun, tapi rasanya seperti baru kemarin, sewaktu kamu bertanya padaku tentang kemana kita akan berbulan madu.

Ah.. Padahal kamu sudah tahu bahwa aku amat ingin melihat bunga sakura bermekaran di bulan April yang hangat dan ceria. Dan kamu tersenyum jahil, senyum matahari pagi, my sunshine, kemudian kamu mengeluarkan tiket itu, tiket bulan madu kita ke negeri bunga sakura. Hatiku seketika gembung penuh bahagia, kamu selalu berhasil membuatku senang.

Apa kamu juga melihatnya sekarang? Bunga sakura ini selalu menunggumu, menunggumu datang.

*
"Diana, Di..."

"Ya, mbak? Ada apa?"

"Di... Reza, Di..."

"Kenapa mas Reza, mbak?"

"Reza kecelakaan, Di.. Dia tadi buru-buru mau ke rumahmu.."

"Gak! Gak mungkin! Mbak pasti bohong! Gaaaaak!"

*
Tahu kah kamu? Sejak hari itu rasanya duniaku runtuh. Aku tak mampu melakukan apapun. Rasanya aku hanya mayat hidup, harusnya aku ikut terkubur bersamamu.

Ah.. Tapi sudahlah.. Pagi ini begitu cerah.. Begitu merah jambu.

"Nek.. masuk yuk.. Sarapan udah siap.. Reza juga udah laper. Tadi mama suruh Reza buat ajak nenek masuk.."

Reza, anak laki-laki berumur tujuh tahun, anak pertama dari satu-satunya anakku. Hari ini hari pertama Reza masuk sekolah di kelas dua. Namanya, sama dengan namamu. Aku yang memberinya nama itu. Oh ya, lima tahun setelah kepergianmu, aku menikah dengan Aldy. Ah, kamu pasti tahu kan?

Aku mengangguk dan tersenyum pada Reza yang masih setia menunggu jawabanku.

Musim semi kali ini sungguh indah...


=====================
Note ini saya bikin karena tiba-tiba teringat dengan cerita seorang teman yang ditinggal oleh calon suaminya padahal hari pernikahan tinggal menghitung hari. Calon suaminya meninggal karena sebuah kecelakaan.

Tapi berkat ketegaran dan keteguhan hati, teman saya ini mampu dan berhasil melalui ujian itu. Dia tak berlarut-larut dalam kesedihan. Jauh lebih tegar dibandingkan Diana, tokoh saya ini. Dia bangkit, menegakkan kepalanya, menjalani hari.

Tiga tahun kemudian ketika akhirnya dia memutuskan untuk menikah. Dan ya, hari ini dia sudah memiliki dua orang anak yang lucu dan manis. Mereka hidup bahagia bersama. Keluarga kecil yang hangat dan bahagia.

Ah, sungguh benarlah bahwa tiadalah Dia akan memberi cobaan yang tak mampu ditanggung oleh makhlukNya. Sesungguhnya bila Dia berkata tunggulah, maka tunggulah, Dia akan mengabulkan doamu.

Tetapi bila kemudian kamu tak mendapatkan apa yang kamu mau, sesungguhnya Dia bukan tak mengabulkan doamu, tetapi Dia menggantinya dengan yang jauh lebih baik.

Tetaplah percaya padaNya, pada Dia yang maha segala, Tuhan semesta alam.

Tersenyumlah,, hari begitu indah... :)

5 comments:

  1. hehehe trus kapan ni nikah?? biasany pd nikah muda loh ank2 stan..hehehe
    manggil suami hubby dari husband ^^

    ReplyDelete
  2. wakz
    kapan yaaa??
    hu um sih, temen-temenku banyak yang udah nikah juga, heu...
    doain aja ya, mbak.. ^^

    hehe, dari situ ta asal katanya,...

    ReplyDelete
  3. oke, mbak.. ^^
    baru lihat blog lagi nih, hehe...

    ReplyDelete

Makasi udah baca ocehanku ini, apalagi kalau mau ninggalin komen, hehe.. ^^